Jakarta, CNN Indonesia —
Maskapai Batik Air menyebut masalah Ground Power Unit (GPU) menjadi penyebab matinya AC yang dikeluhkan penumpang di pesawat ID-7283 rute Kuala Lumpur-Jakarta. Benarkah GPU punya andil?
Batik Air viral di media sosial setelah video protes salah satu penumpang pesawat yang merasa gerah beredar. Penumpang itu diketahui berada di pesawat rute Kuala Lumpur- Jakarta.
Video itu diunggah pada rabu (12/4/2023) di akun Instagram jktnewss. “Beredar video penumpang Batik Air KL-JKT mengamuk gegara AC mati jelang lepas landas, Minta surat pernyataan pesawat aman,” tulis akun tersebut.
Dalam video tersebut, seorang penumpang protes kepada dua pramugari Batik Air. Protes tersebut lalu diikuti para penumpang lain yang juga merasa kegerahan.
Pihak Batik Air membenarkan matinya AC di pesawat dengan nomor penerbangan ID-7283 tersebut. Penyebab matinya AC tersebut adalah Ground Power Unit (GPU) yang tidak bekerja secara maksimal.
“Batik Air menjelaskan kepada tamu dengan menginformasikan secara jelas dan transparan tentang situasi tersebut, serta memberikan solusi alternatif yang sesuai,” ujar Corporate Communications Strategist Batik Air, Danang Mandala Prihantoro seperti dikutip dari keterangan resmi yang dirilis Rabu (12/4).
“Kendala dapat berupa ketidakmampuan GPU memberikan pasokan listrik yang cukup pada pesawat, atau terjadi indikasi kegagalan pada sistem kelistrikan yang menyebabkan pasokan daya listrik terganggu,” ujarnya.
Mengutip dari National Academies Press, ada tiga sumber utama daya listrik tenaga pesawat ketika sedang mendarat. Pertama adalah mesin pesawat itu sendiri atau yang dikenal dengan APU (Auxiliary Power Unit), Ground-Based Systems, dan Mobile Unit.
APU adalah sistem yang menyediakan listrik bagi fungsi pesawat di luar propulsi. APU biasanya berada di ekor pesawat dan ditenagai oleh bahan bakar jet yang sama dengan mesin utama.
Fungsi utama APU adalah menyediakan listrik untuk menyalakan mesin pesawat. Sekali mesin dinyalakan, APU biasanya akan mati.
APU sebetulnya juga dapat digunakan untuk menyuplai tenaga ketika pesawat sedang mendarat saat transisi antar-penerbangan. Namun, APU punya masa pakai yang sesuai dengan jadwal perawatan.
Ketika APU digunakan reguler sebagai pemasok tenaga pesawat saat di darat, masa pakainya meningkat sehingga harus segera masuk masa perawatan.
Karena itulah, ketika pesawat sedang terparkir, pesawat akan menggunakan sistem alternatif ground-based electric power. Sistem itu disediakan lewat sebuah konverter frekuensi Ground Power Unit (GPU) dengan ditenagai oleh bandara.
Atau, aliran listrik juga bisa disediakan oleh dukungan unit yang bisa berpindah (mobile ground support). Namun listrik harus dikonversi ke dalam sebuah voltase dan frekuensi yang kompatibel dengan sistem pesawat lewat konverter frekuensi GPU.
Mengutip dari powerallsystems, energi listrik dibawa dari generator ke sebuah penghubung di pesawat melalui tiga fase yang memanfaatkan empat kabel terisolasi (4 wire insulated cable) yang mampu menangani listrik 261 ampere atau 90 kVA.
Konektor tersebut sudah standar dalam dunia penerbangan seperti diatur di ISO 6858.
Aliran listrik pada kabin pesawat juga bisa disuplai oleh sistem di darat ketimbang mesin. Namun, unit AC -yang dirujuk sebagai unit PCA- dibutuhkan untuk menyediakan pendinginan dan pemanasan yang efisien di pesawat.
Seperti GPU, PCA biasanya terhubung ke bandara lewat perangkat mobile ground support. PCA inilah yang menyediakan pendinginan, pemanasan, dan ventilasi di pesawat.
AC disuplai lewat unit air-conditioning yang besar yang terpasang di bawah terowongan jet (jet bridge). Jet bridge merupakan jembatan yang biasanya menjadi jalan penumpang ketika turun dari pesawat ke bandara.
GPU dan PCA biasanya menggunakan bahan bakar fosil seperti diesel atau bensin. Namun beberapa unit juga menggunakan tenaga listrik dari baterai yang terpasang atau dari pintu terminal bandara.
(lth)
[Gambas:Video CNN]
Sumber: www.cnnindonesia.com