TV digital yang mulai disiarkan secara luas di Indonesia diketahui bermula dari Amerika Serikat (AS) yang ‘panas’ karena Jepang telah lebih dulu menampilkan siaran kualitas high definition (HD).
Sejumlah wilayah di Indonesia melakukan migrasi dari TV analog ke TV digital pada 2 November lalu. Siaran digital dapat menghasilkan saluran televisi yang lebih beragam dengan kualitas gambar yang lebih tajam dan lebih jernih.
Melansir dari Britannica, Siaran TV digital muncul ke publik pada 1990-an. Saat itu AS terdorong untuk menyaingi Jepang yang memperkenalkan sistem televisi devinisi tinggi (HDTV). Pada 1987, Stasiun TV NHK Jepang telah menampilkan siaran HD dengan gambar lebih baik.
Hal ini kemudian membuat Federal Communications Commission (FCC), lembaga penyiaran televisi Amerika untuk mendorong HDTV.
Singkat cerita, pada Juni 1990 General Instrument Corporation (GI), sebuah perusahaan elektronik di AS mengumumkan sistem televisi digital pertama di dunia.
Sistem televisi digital ini dirancang oleh insinyur kelahiran Korea bernama Woo Paik.
Dilansir dari situs KPI, sistem yang dirancang Paik menampilkan gambar berwarna 1.080 garis pada penerima layar lebar dan berhasil mengirimkan informasi yang diperlukan untuk gambar ini melalui saluran televisi konvensional.
Paik Woo-Hyun yang lahir pada 6 November 1948 merupakan seorang insinyur dan penemu asal Korea dengan dengan berbagai kontribusi untuk pertelevisian digital. Paik bahkan mendapatkan berbagai penghargaan hingga dirinya disebut sebagai “Bapak HDTV”.
Selain itu, dia juga penulis berbagai makalah teknis dan penemu lebih dari 25 paten di bidang kompresi video digital, transmisi digital, dan pemrosesan sinyal digital.
Di Indonesia, sebagian kota dan kabupaten sudah dapat menikmati siaran televisi digital berkat program ASO. Peralihan ini membuat proses pengawasan yang dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai otoritas pengawasan siaran juga berubah.
KPI sendiri menyebut pihaknya masih melakukan pengawasan secara manual untuk siaran TV digital saat ini.
“Saat ini kami mengawasi masih secara manual satu televisi diawasi oleh empat orang, satu orang bekerja selama 6 jam (dalam sehari). Bagaimana kalau jumlah TV sampai di atas 30 TV? Ini tantangan tersendiri buat KPI,” ujar Agung Suprio, Ketua KPI Pusat dalam sebuah keterangan, seperti dikutip dari situs Kominfo.
Selain itu, KPI juga mengandalkan pengaduan dari masyarakat untuk melakukan pengawasan konten. Menurut Agung Suprio, jika ada konten yang tidak sesuai dengan kultur masyarakat, maka akan segera diproses sesuai pengaduan yang diterima.
Kemudian, KPI Pusat juga tengah menjajaki beberapa pihak baik dalam maupun luar untuk memantau konten atau siaran digital yang berbasis pada artificial intelligence.
“Jadi satu alat bisa memantau banyak sekali konten di televisi, nanti kami akan konsultasi dengan Menkominfo juga dengan Komisi I DPR terkait dengan anggarannya karena ini jumlah yang tidak sedikit. Dengan demikian, kami bisa mengawasi secara efektif, efisien, dan tepat,” jelasnya.
(lom/arh)
[Gambas:Video CNN]
Sumber: www.cnnindonesia.com