Tuai Kecaman usai Sindir Tak Taat Pemerintah, Profesor BRIN Minta Maaf

Profesor Senior BRIN minta maaf ke Muhammadiyah usai unggahan yang menyinggung soal tempat salat id dan

Jakarta, CNN Indonesia

Peneliti senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaluddin meminta maaf kepada Muhammadiyah usai unggahannya soal “tidak taat pemerintah.”

Sebelumnya, dalam sebuah komentarnya di Facebook, Thomas, yang merupakan profesor riset antariksa dan astrofisika, menyatakan “Sdh tidak taat keputusan pemerintah, eh masih minta difasilitasi tempat shalat ied. Pemerintah pun memberikan fasilitas.”

Ia tak menyebut eksplisit pihak tertentu. Namun, sebelum Idulfitri sempat ada polemik penolakan izin penggunaan lapangan di Pekalongan untuk salat id Muhamamdiyah yang lebih dulu lebaran (21 April) dibanding Pemerintah (22 April).

Komentar Thomas itu pun ditimpali oleh juniornya di BRIN, Andi Pangerang Hasanuddin, dengan nama akun Facebook AP Hasanuddin, yang menuai hujatan lebih luas.

Perlu saya halalkan gak nih darahnya semua Muhammadiyah? Apalagi Muhammadiyah yang disusupi Hizbut Tahrir melalui agenda kalender Islam global dari Gema Pembebasan? Banyak bacot emang!!! Sini saya bunuh kalian satu-satu. Silakan laporkan komen saya dengan ancaman pasal pembunuhan! Saya siap dipenjara. Saya capek lihat pergaduhan kalian,” tulis Andi di Facebook.

Komentar terakhir ini memicu protes luas dari PP Muhammadiyah, Pemuda Muhamamdiyah, maupun warganya secara umum. Pelaporan di kepolisian pun dilakukan.

BRIN lantas berencana menggelar Sidang Majelis Etik, Rabu (26/4), terhadap Andi.

Anggota Komisi VII DPR Eddy Soeparno menilai komentar Thomas pun terbilang tak pantas.

Selain AP Hasanudin, pernyataan Prof. Thomas Djamaludin di komentar FB itu juga tidak pantas. Sangat tidak pantas bagi seorang intelektual, di lembaga intelektual mengeluarkan pernyataan yang intoleran,” kata dia, via Twitter. 

“Komisi VII DPR RI akan memanggil BRIN untuk bertanggungjawab,” imbuh Eddy, yang juga merupakan Sekjen PAN itu.

Senada, pendiri lembaga analis media sosial Drone Emprit Ismail Fahmi mempertanyakan komentar Thomas itu. 

Kalau ditulis oleh seorang buzzer, saya paham. Tapi kalau ditulis oleh seorang profesor, ASN, dibayar dari pajak, termasuk pajak warga Muhammadiyah, rasanya offside,” kicaunya.

Minta Maaf

Usai kritik bermunculan, Thomas pun mengunggah permintaan maaf terutama kepada Muhammadiyah, yang menentukan lebaran dan kalender hijriah lewat metode wujudul hilal alias hitungan atau hisab.

“Masih dalam suasana bermaaf-maafan, dengan tulus saya memohon maaf atas sikap kritis saya pada kriteria wujudul hilal yang saya anggap usang secara astronomi dan sikap ego organisasi yang menghambat dialog menuju titik temu,” unggahnya.

“Tidak ada kebencian atau kedengkian saya pada organisasi Muhammadiyah yang merupakan aset bangsa yang luar biasa. Niat saya hanya mendorong perubahan untuk bersama-sama mewujudkan kesatuan ummat secara nasional lebih dulu,” aku dia.

Thomas, yang merupakan mantan Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), ini juga mengaku kerap menggaungkan soal penyatuan ketimbang perbedaan hari raya.

“Saya mengulang-ulang setiap ada perbedaan hari raya untuk mengingatkan bahwa perbedaan ini mestinya bisa diselesaikan, tidak dilestarikan.”

“Sekali lagi mohon maaf, dengan tulus saya mohon maaf kpd Pimpinan dan warga Muhammadiyah atas ketidaknyamanan dan kesalahpahaman yang terjadi,” tandasnya.

(tim/arh)





Sumber: www.cnnindonesia.com