Jakarta, CNN Indonesia —
Peneliti Antariksa Thomas Djamaluddin mengungkap sudah memberikan klarifikasi di sidang etik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan pemeriksaan polisi buntut kasus periset Andi Pangerang Hasanuddin (APH).
AP Hasanuddin sebelumnya diputus melanggar disiplin dan etik dan ditetapkan sebagai tersangka ujaran kebencian terkait komentar yang berisi ancaman terhadap Muhammadiyah di Facebook. Hal itu bermula dari unggahan Thomas soal penetapan Idulfitri.
Dalam siaran persnya, BRIN mengungkap inisial TD sudah menjalani Sidang Majelis Kode Etika dan Kode Perilaku, Kamis (4/5) pukul 14.00 sampai dengan 19.00 WIB.
Thomas pun mengaku dirinya sudah menjalani sidang tersebut.
“Sidang Majelis Kode Etik dan Kode Perilaku ASN BRIN sudah dilakukan pada Kamis, 4 Mei,” ujar Thomas melalui pesan singkatnya kepada CNNIndonesia.com, Kamis (11/5).
Ia mengungkap sidang itu berlangsung selama 2 jam dan mendapat 12 pertanyaan substansi yang berisikan klarifikasi tentang aktivitas di media sosial terkait upaya penyatuan kalender hijriah.
Namun, hingga kini, pihak BRIN belum memutus apa pun terkait hasil sidang etik tersebut.
“Semoga tidak ada sidang disiplin, kalau tidak ada pelanggaran kode etik. Saat ini belum ada putusan hasil sidang etik,” tutur Thomas, yang merupakan mantan Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) itu.
Pemeriksaan polisi
Selain sidang etik BRIN, Thomas juga mengaku sudah diperiksa kepolisian pada Senin (8/5) sebagai saksi bagi Andi.
Sebelumnya, Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Surabaya melaporkan Andi dan Thomas ke Polda Jawa Timur atas dugaan ujaran kebencian, Rabu (26/4).
“Semua substansi jawaban atas pertanyaan penyidik sebelumnya sudah saya tuliskan di blog,” ucap Thomas.
“Alur yang dilaporkan ternyata tidak sesuai dengan kenyataan, karena hanya berdasarkan screen shoot yang sudah dihapus bagian sebelumnya dan komentar sesudah saya sampai APH,” tutur dia.
Apa isi klarifikasinya?
Sebelumnya, Thomas berkomentar soal penetapan hari raya Idul Fitri yang dirayakan warga Muhammadiyah lewat akun Facebook. Ia menyoroti warga yang berbeda perayaan namun meminta pemerintah untuk diberikan izin salat Id.
Merespons komentar tersebut, muncul akun AP Hasanuddin yang mendukung Thomas dan menyatakan kemarahan terhadap warga Muhammadiyah.
“Perlu saya halalkan enggak nih darahnya semua Muhammadiyah? Apalagi Muhammadiyah yang disusupi Hizbut Tahrir melalui agenda kalender Islam global dari Gema Pembebasan? Banyak bacot emang!!! Sini saya bunuh kalian satu-satu. Silakan laporkan komen saya dengan ancaman pasal pembunuhan! Saya siap dipenjara. Saya capek lihat pergaduhan kalian,” demikian pernyataan Andi di Facebook.
Kasus ini akhirnya viral di berbagai media sosial terkait ancaman akan membunuh warga Muhammadiyah.
Thomas, melalui akun Facebook dan blog-nya, memaparkan bahwa unggahan awal dirinya itu tidak terkait langsung dengan ancaman yang dilontarkan Andi.
“Klarifikasi: Tidak Ada Posting Posting dan Komentar Saya dengan Ancaman di fb,” ungkap dia di blog pribadinya.
Ia mengatakan komentarnya soal ketidaktaatan pada pemerintah itu merespons komentar akun Alflahal.
“Tanggapan saya di fb bukan memojokkan Muhammadiyah yah. Tetapi sekadar menanggapi komentar Aflahal dg merujuk fakta yg beredar di media.“
Menurut Thomas, responsnya soal ketidaktaatan pada Pemerintah itu “berdasarkan fakta.”
“Muhammadiyah memang tidak taat pada keputusan Pemerintah atau tidak ikut Pemerintah, dengan menyatakan idul fitri lebih dahulu. Pemerintah tidak mempermasalahkannya,” tutur Thomas.
Masalahnya, kata dia, rangkaian diskusi terkait ucapannya itu diduga sudah dihapus, termasuk dari akun Ahmad Fauzan yang disebutnya memprovokasi Andi. Walhasil, komentar seolah-olah komentar AP Hasanudin langsung terkait dengan tanggapan saya.
“Di media dikesankan seolah AP Hasanuddin terprovokasi oleh tanggapan saya, karena screen shoot yang beredar tampak berurutan.”
“Jadi, jelas AP Hasanuddin tidak terprovokasi oleh tanggapan saya, tetapi oleh banyak komentar di bawah tanggapan saya (yang sudah dihapus oleh pengirim screen shoot),” cetus Thomas.
(can/arh)
Sumber: www.cnnindonesia.com