Sebab Jabodetabek Terasa Gerah Belakangan, Pancaroba Hingga UV

Jakarta, CNN Indonesia

Pakar mengungkap penyebab udara gerah dan minim hujan di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek). Simak rinciannya berikut.

Berdasarkan prakiraan cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofiska (BMKG), beberapa wilayah di Jabodetabek mengalami hujan.

Jakarta diprakirakan diguyur hujan ringan malam hari meski sebagian besarnya cerah berawan.

Depok diprediksi cerah pagi, hujan ringan siang-malam; Bekasi hujan ringan pada siang; Bogor cerah berawan pagi dan hujan ringan pada siang dan malam; Tangerang dan Serpong cerah berawan pagi, hujan sedang siang dan hujan ringan pada malam.

Lalu, kenapa panas masih lebih terasa?

1. Pancaroba

BMKG mengungkap Jabodetabek belum masuk musim kemarau. Yang terjadi kini adalah pancaroba atau masa peralihan. Alhasil, masih ada yang hujan dan ada pula yang kering.

“Jakarta sendiri diprakirakan masuk musim kemarau pada bulan Juni, untuk Bekasi utara masuk bulan Mei,” kata Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto pada Rabu (12/4).

“Untuk Panas di Jabodetabek saat ini lebih cenderung disebabkan oleh kondisi Pancaroba menuju musim kemarau,” ujar dia.

“Kondisi seperti ini berpotensi terjadi hingga Puncak Musim Kemarau bulan Agustus atau September 2023,” lanjutnya.

2. UV esktrem

Koordinator Bidang Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Hary Tirto Djatmiko menambahkan paparan UV yang tinggi berpotensi terjadi di daerah yang cerah.

“Memang untuk lokasi yang kondisi umum cuacanya diperkirakan cerah-berawan pada pagi sampai dengan siang hari untuk beberapa hari ke depan dapat berpotensi menyebabkan indeks ultraviolet pada kategori ‘very high’ dan ‘extreme’ di siang hari,” kata dia, Rabu (12/4).

Berdasarkan keterangan BMKG, Indeks UV dibagi dalam lima kategori warna.

Yakni, hijau (risiko bahaya rendah/low), kuning (risiko bahaya sedang/moderate), jingga (risiko bahaya tinggi/high), merah, risiko bahaya sangat tinggi/very high), dan ungu (risiko bahaya ekstrem/extreme).

Berikut kronologi kedatangan UV ekstrem Rabu (19/4):

10.00 WIB: Sebagian Papua Barat dan Papua, Maluku Utara, Sulut, Gorontalo, Sulteng

11.00 WIB Sulut, Gorontalo, Sulteng, NTB,

12.00 WIB: sebagian Sumsel, Jambi, Bengkulu, Sumbar

13.00 WIB: sekitar Nias

3. Posisi Matahari

Hary mengungkapkan pola UV ini dipengaruhi pula oleh posisi dan waktu pergerakan Matahari serta kondisi tutupan awan di suatu wilayah.

“Bulan April, posisi semu Matahari masih ada di sekitar dekat ekuator, dan menunjukkan fase gerak semu ke utara hingga Juni nanti, yang berdampak penyinaran matahari lebih optimum ke wilayah Indonesia,” jelas dia.

Dikutip dari situs Edusainsa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), fenomena ekuinoks, yakni posisi Matahari tepat di khatulistiwa, sempat terjadi di RI dengan puncak pada 21 Maret.

Saat itu, durasi siang dan malam di seluruh bagian dunia sama panjang, Matahari terbit tepat di timur dan tenggelam di barat.

Saat ekuinoks, peneliti Pusat Riset dan Antariksa BRIN Andi Pangerang menyebut, “intensitas radiasi Matahari yang diterima di ekuator Bumi bernilai maksimum.”

Ia pun mengakui secara tidak langsung posisi Matahari ini memang dapat meningkatkan kenaikan suhu karena radiasinya berbanding lurus terhadap suhu permukaan Bumi.

(arh)





Sumber: www.cnnindonesia.com