Jakarta, CNN Indonesia —
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Thomas Djamaluddin menuai kritik usai komentarnya di Facebook. Simak profil Thomas Djamaluddin berikut ini.
Sebelumnya, dalam sebuah komentarnya di Facebook, Thomas, yang merupakan profesor riset antariksa dan astrofisika, menyatakan “Sdh tidak taat keputusan pemerintah, eh masih minta difasilitasi tempat shalat ied. Pemerintah pun memberikan fasilitas.”
Ia tak menyebut eksplisit pihak tertentu. Namun, sebelum Idulfitri sempat ada polemik penolakan izin penggunaan lapangan di Pekalongan untuk salat id Muhamamadiyah yang lebih dulu lebaran (21 April) dibanding Pemerintah (22 April).
Thomas sendiri sudah meminta maaf atas komentarnya tersebut. Pernyataan maaf itu disampaikan Thomas melalui unggahan di akun Facebooknya, Selasa (25/4).
“Dengan tulus saya memohon maaf kpd Pimpinan dan warga serta teman2 Muhammadiyah. Semoga kesatuan ummat bisa segera terwujud,” kata Thomas sembari mengunggah gambar berisi tulisan permintaan maaf danklarifikasinya.
Thomas mengatakan, dalam suasana bermaaf-maafan saat ini, dengan tulus ia meminta maaf atas sikap kritisnya pada kriteria wujudulhilal yang diaggapnya usang secara astronomi.
Thomas merupakan alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) jurusan Ilmu Astronomi dan lulus pada 1986. Ia lalu bergabung dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) sebagai peneliti.
Melansir blognya, Thomas mengaku minatnya terhadap astronomi muncul karena majalah dan buku tentang UFO. “Minat astronomi diawali dari banyak membaca majalah dan buku tentang UFO saat SMP, sehingga terpacu menggali lebih banyak pengetahuan tentang alam semesta dari Encyclopedia Americana dan buku-buku lainnya yang tersedia di perpustakaan SMA,” tulis Thomas.
Thomas lalu mendapat kesempatan belajar S2 dan S3 di Jepang tepatnya di Kyoto University. Tesis master dan doktor Thomas Djamaluddin berkaitan dengan materi antar bintang, pembentukan bintang dan evolusi bintang muda.
Ketika di Jepang, Thomas mengaku diminta teman-temannya “membuat program jadwal salat, arah kiblat, dan konversi kalender. Upaya menjelaskan rumitnya masalah globalisasi dan penyeragaman awal Ramadhan dan hari raya…”
Akhmad Syaikhu dalam tesisnya berjudul Pemikiran Thomas Djamaluddin Tentang Unifikasi Kalender Islam di Indonesia (2015), menulis Thomas juga “memiliki perhatian khusus terhadap fenomena hari lebaran kembar, yaitu tidak bersatunya umat Islam di Indonesia di dalam mengawali ibadah puasa dan mengakhirinya,”
“Melalui pendekatan astronomi ia mencoba berijtihad menuangkan pemikiran-pemikiran untuk menyatukan umat Islam yang sudah ratusan tahun masih terbelenggu dengan masalah yang sama.”
Menurut Thomas, perbedaan itu “dapat memicu perpecahan umat Islam” Dalam tesisnya itu, Syaikhu menulis ada beberapa pokok konsep pemikiran Thomas berkaitan dengan upaya penyatuan kalender Islam di Indonesia yakni: 1) Redefinisi hilal; 2) Kepastian Wilayah Keberlakuan Rukyah Hilal} atau Mat}la’; 3) Kriteria visibilitas hilal (imkan ar-rukyah) di Indonesia.
Tentang redefinisi hilal misalnya, Thomas menulis
“Hilal adalah bulan sabit pertama yang teramati di ufuk barat sesaat setelah matahari terbenam, tampak sebagai goresan garis cahaya yang tipis, dan bila dengan menggunakan teleskop dengan pemroses citra bisa tampak sebagai garis cahaya tipis di tepi bulatan bulan yang mengarah ke matahari. Dari data-data rukyatul hilal jangka panjang, keberadaan hilal dibatasi oleh kriteria hisab tinggi minimal sekian derajat bila jaraknya dari matahari sekian derajat dan beda waktu terbenam bulan matahari sekian menit serta fraksi iluminasi sekian persen”
Melansir laman, Kementerian Agama, Thomas mengatakan, “penyelesaian perbedaan penentuan hari raya bukan dengan memperdebatkan perbedaan dalil tentang rukyat (pengamatan) dan hisab (perhitungan), karena terbukti hal itu tidak pernah membuat tercapainya kesepakatan,”
“Astronomi bisa digunakan untuk menemukan titik temu tersebut dengan tetap berpijak pada dalil-dalil syar`i. Yakni titik temu antara faham rukyat dan hisab dengan konsep kriteria visibilitas hilal (imkan rukyat),” katanya.
Berkaitan dengan ini, Thomas pernah menulis buku berjudul Menggagas Fiqih Astronomi Telaah Hisab-Rukyat dan Pencarian Solusi Perbedaan Hari Raya yang diterbitkan tahun 2005. Melansir laman UIN Walisongo, Semarang, “buku ini mencoba memberikan sebuah solusi atas persoalan hisab dan rukyat utamanya perbedaan perayaan Idul Fitri dan Idul Adha,”
“Sekian lama umat Islam terbelenggu dalam masalah bukan solusi. Seolah persoalannya hanya sekadar perdebatan metode hisab (perhitungan astronomi) dan rukyat (pengamatan hilal) yang mustahil dipersatukan. Namun alhamdulillah, kini mulai tumbuh kesadaran di kalangan umat Islam untuk mencari titik temu di antara kedua metode tersebut, dan buku ini ditujukan untuk dapat meningkatkan kesadaran untuk memcari titik temu tersebut,” tulis Thomas.
Profesor Riset BRIN
Thomas saat ini berstatus sebagai Peneliti Ahli Utama (Profesor Riset) Astronomi dan Astrofisika di BRIN. Sebelumnya, ia pernah menjabat sebagai Kepala Unit Komputer Induk LAPAN Bandung (Eselon IV), Kepala Bidang Matahari dan Antariksa (Eselon III) LAPAN, Kepala Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim (Eselon II) LAPAN, Deputi Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan (Eselon I) LAPAN, dan Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN, Jabatan Pimpinan Tinggi Utama, Februari 2014 – Agustus 2021).
Thomas juga merupakan anggota Himpunan Astronomi Indonesia (HAI), International Astronomical Union (IAU), dan National Committee di Committee on Space Research (COSPAR), serta anggota Badan/Tim Hisab Rukyat (BHR)/Tim Unifikasi Kalender Hijriyah Indonesia Kementerian Agama RI dan pernah juga aktif di BHR Daerah Provinsi Jawa Barat.
“Ilmu astronomi juga saya manfaatkan untuk memperkaya tafsir ilmiah Al-Quran bersama Tim Tafsir ‘Ilmi di Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran, Kementerian Agama. Lebih dari 50 makalah ilmiah, lebih dari 100 tulisan populer, dan 5 buku tentang astronomi dan keislaman telah saya publikasikan,” tulis Thomas dalam blognya.
(lth)
[Gambas:Video CNN]
Sumber: www.cnnindonesia.com