Jakarta, CNN Indonesia —
Aktivis lingkungan Sumatera Utara Delima Silalahi meraih penghargaan Goldman Environmental Prize 2023.
Delima diganjar penghargaan internasional berkat gerakannya bersama masyarakat lokal merebut kembali hak kelola atas hutan adat di Sumatera Utara.
“Saya merasa bertanggung jawab untuk ambil bagian dari perjuangan itu. Karena itu bagian dari saya,” kata Delima dalam sebuah video yang diunggah di laman resmi Goldman Environmental Prize.
Direktur eksekutif Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) ini tidak asing dengan kegiatan aktivisme. Pada 1999, ia jadi aktivis semasa kuliah dan bergabung dengan KSPPM sebagai sukarelawan.
Dia pun kerap mengikuti berbagai aktivitas di organisasi sampai-sampai harus terpisah dengan keluarga. Jarak antara kantor dan tempat tinggalnya jauh sehingga ia sering menginap di kantor dan tinggal bersama masyarakat.
Merebut kembali keanekaragaman hayati
Hutan-hutan di kawasan Sumatera Utara sebenarnya jadi sumber penghidupan warga lokal. Namun kondisi berubah sejak ada perusahaan yang menanam tanaman industri.
Perusahaan pulp dan kertas mengubah hutan dengan keanekaragaman hayati yang kaya jadi lahan dengan tumbuhan eukaliptus.
Salah satu tumbuhan endemik Sumatera, Styrax benzoin atau pohon kemenyan Sumatera dibabat. Padahal, biasanya masyarakat sekitar menjual getah pohon ini ke industri minyak, wewangian, dan obat sebagai mata pencaharian.
Baru pada 2013 ada secercah harapan saat Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan yang menegaskan bahwa hutan adat bukanlah hutan negara. Putusan ini pun jadi peluang untuk merebut hak kelola sah atas hutan adat.
Delima bersama KSPPM bergerak ke desa-desa untuk mengedukasi masyarakat. Selain itu, ia juga memfasilitasi pemetaan hutan dengan masing-masing kelompok masyarakat adat.
Masyarakat yang sudah terorganisir dan teredukasi pun digerakkan untuk bersama-sama protes pada perusahaan.
Kemudian pada Juni 2021, Delima serta anggota masyarakat bertemu dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mendesak pengakuan terhadap hutan adat milik masyarakat.
Berkat kampanye yang digalakkan, pada Februari 2022 pemerintah memberikan hak pengelolaan sah atas 7.213 ha hutan adat pada enam kelompok masyarakat Tano Batak.
Luas lahan ini termasuk 6.333 ha lahan dari perusahaan pulp dan kertas dan 884 ha dari kawasan hutan negara.
Masyarakat pun mulai mereboisasi lahan dengan menanam kembali spesies endemik pohon kemenyan.
(els/vws)
[Gambas:Video CNN]
Sumber: www.cnnindonesia.com