Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) mengungkap ada satu perusahaan yang berencana membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia. Pelaksana tugas (Plt.) Kepala Badan Pengawas Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) Sugeng Sumbarjo mengatakan PLTN itu bakal direalisasikan untuk komersil pada 2032.
“Untuk pembangunan PLTN saat ini sudah banyak vendor-vendor yang tertarik untuk menginvestasikan untuk pembangunan PLTN. Ada satu perusahaan yang ingin menginvestasikan,” kata dia hotel Pullman Central Park, Selasa (8/11).
Namun demikian, masih ada kekhawatiran terkait rencana pembangunan PLTN. Hal itu lantaran PLTN pernah menyebabkan bencana besar di beberapa negara di dunia.
Sejarah mencatat PLTN pernah menyebabkan ledakan di Chernobyl, Ukraina pada 1986. Hingga kini, ledakan tersebut merupakan bencana nuklir terparah di dunia.
Pasalnya, ledakan itu menyisakan zat-zat radioaktif yang bisa berbahaya bagi manusia. Pemerintah Ukraina harus mengisolasi lokasi PLTN tersebut dengan luas sekitar 2600 km persegi.
Hal tersebut karena situs reaktor nuklir di sana mengandung lebih dari 5,3 juta pon (2,4 juta kilogram) bahan nuklir bekas radioaktif. Mengutip situs Badan Perlindungan Lingkungan AS, zat-zat tersebut bisa menyebabkan sel mati yang bisa menimbulkan kanker hingga kematian.
Selain itu, tingkat paparan radiasi yang sangat tinggi dalam waktu singkat juga dapat menyebabkan gejala seperti mual dan muntah dalam beberapa jam dan terkadang dapat mengakibatkan kematian selama beberapa hari atau minggu berikutnya. Ini dikenal sebagai sindrom radiasi akut, umumnya dikenal sebagai “penyakit radiasi.”
Dibutuhkan paparan radiasi yang sangat tinggi untuk menyebabkan sindrom radiasi akut-lebih dari 0,75 gray(75 rad), yang merupakan ukuran penyerapan radiasi, dalam rentang waktu yang singkat, dari menit ke jam.
Selain di Chernobyl, bencana nuklir juga pernah terjadi di Fukushima, Jepang pada Maret 2011. Ketika itu, reaktor nuklir di Fukushima bocor akibat Jepang dilanda gempa dan Tsunami.
Insiden ini tercatat sebagai yang terparah sejak Chernobyl dan telah mengontaminasi laut, tanah, dan udara di wilayah Fukushima. Radiasi di wilayah itu tercatat masih sangat tinggi.
Bahkan, data yang dihimpun oleh sebuah robot di pusat fasilitas nuklir Fukushima 2015 silam mengungkapkan bahwa radiasi nuklir di wilayah tersebut masih sangat tinggi dan bisa membunuh manusia hanya dalam waktu satu jam.
Robot yang dikirim oleh perusahaan operator nuklir Tokyo Electric Power Co (TEPCO) ini mencatat radiasi nuklir di sana mencapai 9,7 sievert per jam. Robot itu sendiri hanya berfungsi selama tiga jam sebelum mati total.
Pada 2021, bencana nuklir juga terjadi di PLTN di Catalonia, Spanyol. Setidaknya satu orang tewas dan tiga orang lainnya terluka akibat kebocoran gas karbon dioksida (CO2).
Tiga orang terluka segera dibawa ke rumah sakit dan dikabarkan menderita luka ringan akibat menghirup karbon dioksida, kata layanan darurat wilayah itu.
Mengutip Reuters, kebocoran gas ini disebabkan oleh kegagalan sistem penangkal kebakaran.
Diklaim Aman dan Didukung Masyarakat
Namun demikian, PLTN di Indonesia diklaim tidak berbahaya. Hal itu berkaca kepada amannya pengelolaan reaktor nuklir oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN).
“BATAN sudah punya pengalaman. Mereka punya reaktor nuklir sudah 55 tahun sejak tahun 1960. Tapi tidak pernah mengganggu lingkungan,” kata Menrisetk Mohamad Nasir saat ditemui di Gedung BPPT, Jakarta 2015 lalu. Menristek kini dijabat oleh Bambang Brodjonegoro.
Lebih lanjut, BATAN juga mengklaim masyarakat setuju dan mendukung program PLTN setelah melakukan riset dalam lima tahun terakhir.
“Dari hasil riset 2014, ada 72 persen masyarakat yang mendukung pembangunan PLTN. Angka ini terus mengalami kenaikan yang signifikan dari 2012,” kata Kepala Batan Djarot Sulistio melalui keterangan resmi, dikutip Selasa (16/12/2014).
Djarot menjelaskan sejak 2010 silam, Batan telah melakukan riset di sejumlah wilayah seperti Pulau Jawa, Madura, dan juga Bali mengenai pemanfaatan energi nuklir dalam proyek pembangkit listrik. Dari riset yang dilakukan, lembaga ini mendapati sekitar 59,7 persen masyarakat setuju akan rencana pembangunan PLTN.
Namun jumlah itu sempat menurun ke 49,5 persen setelah bencana Fukushima sebelum naik kembali ke 60,4 persen pada 2013, dan 72 persen pada 2014.
“Dengan hasil jajak pendapat ini kita dapat mengetahui bahwa masyarakat sebenarnya sudah tidak mempermasalahkan lagi tentang pembangunan PLTN di Indonesia. Mereka hanya mempermasalahkan apakah kita siap dengan sumber daya manusia dan sumber daya bahan bakar nuklir dan harga listrik yang dijual dari PLTN,” kata Djarot.
Terkait lokasi, BATAN menilai Jepara dan Bangka Belitung berpotensi untuk dibangun PLTN.
“Dari studi teknis ketenaganukliran, Kami melihat kawasan Jepara di Jawa Tengah dan Provinsi Bangka Belitung berpotensi untuk proyek PLTN. Dimana kedua kawasan tersebut layak dibangun PLTN kira-kira 12 unit di Jepara dengan kapasitas masing-masing 1.000 Megawatt (MW) dan di Bangka Belitung 10 unit dengan kapasitas masing-masing 1.000 MW,” katanya.
Dalam perkembangannya, Kalimantan Barat disebut bisa menjadi lokasi potensial lain. BATAN pun mengaku sedang melakukan studi kelayakan, yang diperkirakan membutuhkan waktu tiga tahun.
“Saat ini kami sedang melakukan studi. Ada di beberapa tempat (di Kalbar),” ujar Kepala Pusat Kajian Sistem Energi Nuklir Batan, Suparman 2020 lalu.
Menurut Suparman, studi kelayakan harus dilakukan untuk memastikan PLTN aman dibangun di Kalbar sebagaimana ketentuan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten). Beberapa hal yang menjadi syarat PLTN adalah aman dari gempa hingga tsunami.
[Gambas:Video CNN]
(lth)
Sumber: www.cnnindonesia.com