Ibukota Sumatra Selatan, Palembang, diduga kuat jadi korban tak langsung kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Bentuknya adalah 10 besar polusi udara paling buruk di Indonesia.
Menurut data situs pemantau kualitas udara, IQAir, Palembang dan Jambi silih berganti menduduki peringkat pertama kota dengan kualitas udara terburuk seIndonesia, Senin (25/9).
Per pukul 11.00 WIB, Jambi menduduki peringkat pertama dengan indeks kualitas udara (AQI) 177 (Unhealthy) dengan kadar PM2.5 (polutan dengan ukuran lebih kecil dari 2,5 mikron) 62,4 µg/m³.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Palembang menyusul di peringkat kedua dengan AQI 176 (Unhealthy) dan PM2.5 103 µg/m³, jauh melampaui Jambi.
Pada pukul 12.00 WIB, AQI Palembang mulai menurun ke angka 155 (Unhealthy for sensitive groups) dengan kadar PM2.5 53.5 µg/m³. Rangkingnya masih di dua besar.
Jambi masih di peringkat pertama dengan AQI 155 (Unhealthy) dengan PM2.5 62.4 µg/m³. Sementara, Jakarta nongkrong di peringkat keempat dengan AQI 141 dan PM2.5 52µg/m³.
Apa pemicunya?
IQAir menyampaikan penyebab utama pencemaran di Palembang adalah dari kebakaran hutan yang terjadi setiap tahun di daerah pertanian sekitarnya.
Polutan utama yang dihasilkan adalah PM2.5 dan PM10, jelaga atau karbon hitam (BC) yang berpotensi karsinogenik (pemicu kanker). Selain itu, pembakaran kayu juga menghasilkan nitrogen oksida (NO) dan karbon monoksida (CO).
Hal ini sejalan dengan kasus karhutla yang terjadi setidaknya di delapan titik di dekat Palembang, tepatnya Ogan Komering Ulu (OKU).
Manager Pusat Pengendalian Operasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gunalfi mengatakan karhutla sempat terjadi di delapan kawasan dalam waktu bersamaan pada Jumat (22/9) pukul 23.30 WIB.
“Untuk sumber api belum diketahui secara pasti,” katanya, dikutip dari Antara.
Delapan titik di Kabupaten OKU itu antara lain di Desa Air Paoh, Kelurahan Baturaja Permai, Banuayu, Lubuk Batang, Kemelak Bindung Langit, Tanjung Baru dan Gunung Meraksa.
BPBD menyebut rata-rata titik api muncul di lahan pertanian milik masyarakat dengan total luasan lahan yang terbakar lebih dari 42 hektare.
Untuk lebih lengkapnya, berikut sumber polusi udara di Palembang dan sekitarnya?
Industri
Palembang, kata IQAir, bukan wilayah industri besar. Namun, beberapa produsen di wilayah tersebut yang bersalah menyebabkan polusi udara.
Contohnya, pabrik pupuk, sebuah unit produksi semen, kilang minyak, dan gas.
Ada juga beberapa tambang yang beroperasi di Sumatra Selatan yang mengangkut batu bara dengan truk terbuka ke Palembang untuk pengiriman selanjutnya ke Jawa atau untuk diekspor.
Selain itu, ada 14 pabrik pengolahan karet di dalam dan sekitar Palembang yang memproduksi hampir satu juta ton per tahun.
“Memang tidak ada zona industri spesifik, sebaliknya, mereka (industri) diizinkan untuk mengembangkan lahan yang tersedia,” kata IQAir.
Perkebunan
IQAir juga menyebut polusi berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dalam produksi listrik, di pabrik, dan transportasi.
“Namun penyebab utama pencemaran di Palembang adalah asap yang dihasilkan dari praktik ‘tebang dan bakar’ yang banyak terjadi di kawasan pertanian.”
Metode ini adalah cara dasar sederhana untuk membersihkan lahan dari semak dan semak belukar. Teknok ini banyak digunakan di banyak sejumlah negara, namun tidak sebanyak dibandingkan di Indonesia.
Alhasil, setiap tahunnya, sebagian besar wilayah Asia Tenggara, termasuk Malaysia dan Singapura, diselimuti oleh asap dan debu yang berasal dari kebakaran hutan di Indonesia.
Sebagian besar lahan, kata IQAir, dibuka oleh petani kecil atas nama konglomerat perkebunan sawit internasional.
Produksi tahunannya hampir 35 juta metrik ton dan meningkat dua kali lipat sejak 2008. Lebih dari dua pertiga minyak tersebut kini diekspor ke seluruh dunia.
Dari 472 juta hektare lahan, 75 persennya digolongkan sebagai “Tanah Hutan Negara”.
IQAir menyebut istilah ini “agak menyesatkan karena sepertiga [lahannya]-nya tidak memiliki pohon dan hanya terdiri dari semak kecil, anakan, dan semak. Karakteristik ini menjadikannya target yang ideal [kebakaran].”
(rfi/arh)
Sumber: www.cnnindonesia.com