Jakarta, CNN Indonesia —
Peneliti Mikrobiologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Iwan Saskiawan mengungkapkan jamur cordyceps bisa menginfeksi manusia seperti di serial The Last of Us. Apa syaratnya?
“Kemungkinan yang digambarkan dalam serial itu bisa terjadi dan memang masuk akal,” ujar dia seperti dikutip akun Instagram BRIN.
Kendati demikian menurut Iwan dibutuhkan sederet rangkaian evolusi dan mutasi genetik selama ratusan hingga jutaan tahun untuk menginfeksi manusia seperti zombie yang digambarkan dalam serial itu.
“Meskipun memerlukan sederet rangkaian evolusi dan mutasi genetik yang memerlukan waktu ratusan ribu bahkan jutaan tahun,” lanjutnya.
Lebih lanjut dijelaskan jamur cordyceps adalah entopathogenic fungi atau jamur yang hidup sebagai parasit pada serangga. Senyawa cordyceps dapat mempengaruhi perilaku serangga inangnya untuk mendekat ke tubuh buah Cordyceps dan kemudian mati.
Bangkai serangga tadi kemudian menjadi media pertumbuhan cordyceps berikutnya.
Serial The Last of Us yang tayang di HBO menuai perhatian banyak warga lantaran kisahnya serta latar belakang kemunculan infeksinya di Indonesia. Serial yang dibintangi oleh Pedro Pascal dan Bella Ramsey ini sendiri sudah memasuki episode 5.
Cerita ini diambil berdasarkan video game keluaran Sony dengan judul yang sama. Diceritakan, planet Bumi dilanda pandemi yang disebabkan infeksi jamur Cordyceps.
Jamur itu membuat pasien positif terinfeksi berubah menjadi makhluk sejenis zombie dengan tingkatan skill berbeda, yakni runners, stalkers, clickers, bloaters, shamblers, hingga rat king.
Nama Cordyceps berasal dari bahasa Yunani ‘kordyle’ yang berarti klub dan bahasa Latin ‘ceps’ yang berarti kepala. Jamur ini memang ‘menginfeksi’ makhluk lain, terutama serangga artropoda dan jamur lainnya.
Dalam jurnal berjudul ‘Cordyceps spp.: A Review on Its Immune-Stimulatory and Other Biological Potentials’, jamur ini bisa ‘menginfeksi’ makhluk lain, terutama serangga artropoda dan jamur lainnya.
Mereka bisa lolos dari sistem imun inangnya dengan cara mengharmonisasi siklus hidup inang tersebut dengan intensi bertahan hidup dan multiplikasi.
Cordyceps tumbuh dan berkembang biak mengikuti tumbuhan yang menjadi inangnya. Siklus hidup mereka terbagi ke dalam tiga fase.
Pada fase pertama, Cordycseps spp. menginfeksi tumbuhan dalam tahap larva lewat ascospores. Itu dilepaskan di udara dari jamur dewasa selama musim panas dan awal musim gugur dan dari kecambah.
Pada beberapa kasus, infeksi Cordyceps spp. terjadi lewat pencernaan makanan yang telah terkontaminasi. Selanjutnya pada fase parasitisme, Cordyceps spp. makan dari usus inangnya.
Sel jamurnya lalu menyebar ke seluruh tubuh dan berkembang biak secara cepat saat musim dingin. Caranya, mereka mengonsumsi semua organ internal dari larva, meninggalkan kerangka luar yang utuh.
Selama proses ini, kondisi lingkungan tergolong buruk, dan jamur harus tahan terhadap salju serta kondisi dingin.
Ketika musim semi dimulai dan suhu luar meningkat, endosklerotium berkecambah dan keluar melalui rongga mulut inang, matang di musim panas, membentuk tubuh buah, dan mulai melepaskan askospora (tahap saprofit).
Cordyceps biasa ditemukan di ketinggian 3600 hingga 4000 meter di atas permukaan laut. Mereka juga bisa ditemukan di Amerika Utara,Eropa, Asia terutama di negara-negara seperti China, Jepang, Nepal, Bhutan, Vietnam, Korea, dan Thailand.
Di India, Cordyceps spp tumbuh di region seperti Kumaun Himalaya dan Garhwal Himalaya. Selanjutnya, Cordyceps spesies C. gunni juga ditemukan di Australia.
Obat
Alih-alih ditakuti, beberapa jenis cordyceps, seperti cordyceps sinensis dan cordyceps militaris, dicari lantaran dipercaya mempunyai khasiat sebagai obat. Senyawa aktif cordycepin dapat digunakan untuk pengobatan penyakit sistem pernafasan.
Mengutip jurnal di MDPI, pemanfaatan Cordyceps spp. sebagai obat merupakan tradisi yang cukup lama di Asia karena kemampuan adaptogenik, efek tonik, dan kemampuannya mengurangi lelah serta menstimulasi sistem imun manusia.
Mereka yang memanfaatkan Cordyceps spp. adalah masyarakat di China, Tibet, Nepal, dan India.
Masyarakat di daerah tersebut biasa mengambil Cordyceps spp saat sedang menggembala. Di antara spesies Cordcyeps spp. yang sering dimanfaatkan sebagai obat adalah C. Sinensis dan C.Militaris.
Masyarakat di daerah tersebut memanfaatkan Cordyceps spp. selama berabad-abad untuk mengadaptasi tubuh mereka dengan kondisi ekstrem di pegunungan.
Selain itu, pengobatan tradisional China juga merekomendasikan penggunaan Cordyceps spp untuk merawat beberapa gangguan di manusia seperti penyakit kardiovaskuler dan pernafasan, gangguan pada ginjal dan lever, kanker, diabetes, penyakit infeksi dan parasit, serta disfungsi seksual.
(can/lth)
Sumber: www.cnnindonesia.com