Jakarta, CNN Indonesia —
Seekor kera gibbon atau owa di Kebun Binatang dan Kebun Raya Kujukushima, Jepang, menjadi perhatian dunia usai hamil meski sendirian di kandang. Siapa sih sebenarnya primata ini dan bagaimana cara kawinnya?
Dikutip dari CNN, pihak kebun binatang pun mengungkap misteri tersebut berdasarkan serangkaian tes DNA terhadap bayi owa betina bernama Momo tersebut.
Bahwa, Momo dihamili oleh Ito, pejantan owa lincah berusia 34 tahun yang tinggal di dekat kandang Momo.
Pihak kebun binatang menjelaskan Momo dan Ito berhasil kawin lewat lubang ukuran 9 mm di pelat baja yang terpasang di antara kandang mereka.
Owa merupakan primata berbadan kecil, lincah, dan bersifat arboreal atau tinggal di pepohonan.
Ia memiliki habitat di hutan hujan wilayah Asia Selatan dan Asia Tenggara, mulai dari timur laut India, bagian tenggara China, Banglades, Malaysia, Kalimantan, Jawa, dan Sumatra.
Setiap spesies owa merupakan allopatrically atau berevolusi dengan menyesuaikan kondisi geografis lingkungannya.
Namun, ada beberapa spesies yang mendapat pengecualian, yakni siamang, owa serudung, dan owa ungko yang berevolusi secara sympatric atau berevolusi meski tidak terpisah secara geografis dari spesies leluhurnya.
Mitos setia
Hewan ini sejak lama diklaim berkembangbiak dengan sistem monogami atau hanya memiliki satu pasangan sepanjang hidupnya.
Dilansir dari National Geographic, ikatan pasangan owa yang kuat di antaranya terbentuk dari aktivitas bernyanyi bersama ketika berkencan. Ikatan ini tumbuh hingga membentuk konsep keluarga yang mirip dengan manusia.
Nantinya, anak-anak owa akan meninggalkan orang tua mereka ketika mereka menjadi dewasa untuk berpasangan dengan owa dewasa lain dan kemudian memiliki wilayah mereka sendiri.
Meski demikian, studi berjudul “Social Monogamy in Gibbons: The Male Perspective” oleh Ulrich Reichard dari Southern Illinois University menunjukkan owa tak setia-setia amat.
Itu berdasarkan studi terhadap owa-owa jenis white-handed gibbons di KhaoYai National Park, Thailand selama 2.900 jam atau sekitar 650 hari antara 1991 hingga 2002.
Lewat penelitiannya itu, Reichard tak mendapatkan pembuktian soal klaim berbagai penelitian terkait pilihan monogami owa terkait dengan strategi pertahanan atau keturunan.
Meski ada “pasangan tetap” yang hubungannya erat, ia menemukan beberapa perselingkuhan pejantan dengan “betina tetangga”.
“Sanggama ekstra bahkan telah diamati pada owa, alih-alih berasumsi bahwa monogami sosial dikaitkan dengan reproduksi monogami,” ucap peneliti.
Ia pun menyodorkan istilah model kawin poligini komunitas lokal (LCMP) sebagai alternatif lain untuk menjelaskan evolusi monogami sosial pada owa.
Bentuk ini menggabungkan hidup dengan satu pasangan inti dengan potensi poligini atau kawin dengan beberapa betina di lingkungan setempat. Lingkungan ini mencakup semua individu yang berbagi wilayah itu atau wilayah jelajah yang berdekatan.
Peneliti menyebut hubungan erat antara sepasang owa “mungkin untuk menghindari penggunaan sumber daya tidak terkendali oleh jantan yang berbagi jangkauan betina.”
Menurut data awal tentang strategi pemberian makan dari KhaoYai, semua betina dari tiga kelompok studi menikmati akses prioritas ke sumber makanan.
Pada saat yang sama, campur tangan strategi makan jantan memang menurun terhadap eksploitasi sumber daya betina itu.
“Satu hubungan pasangan yang dekat mungkin sebenarnya mencerminkan upaya untuk memaksimalkan peluang reproduksi dengan tambahan mitra,” lanjut periset.
Reichard pun berasumsi bahwa aktivitas menyanyi owa merupakan kompetisi antar jantan untuk mendapatkan pasangan tambahan.
“Menarik untuk memperlajari apakah kegiatan menyanyi pejantan mungkin lebih baik dipahami sebagai hasil dari kompetisi para jantan untuk mraih betina ekstra,” ucapnya, mengutip studi Leighton (1987) serta Geissmann & Orgeldinger (2000).
“Ketimbang pemahaman yang lebih tradisional bahwa kegiatan bernyanyi siamang terutama mencerminkan kepentingan timbal balik dari pasangan jantan dan betina,” lanjut dia.
Yang jelas, kata dia, pengamatan di Khao Yai menunjukkan bahwa “setidaknya hubungan pasangan owa setahan lama seperti yang diasumsikan secara umum, dan bahwa mereka jarang, jika pernah, bertahan [dengan pasangannya] seumur hidup.”
(lom/arh)
Sumber: www.cnnindonesia.com