Oksigen Bukan Tanda Mutlak Kehidupan di Exoplanet

Oksigen penting bagi manusia untuk bernafas. Namun kehadirannya di exoplanet tak lantas menjadi tanda adanya kehidupan di sana.

Jakarta, CNN Indonesia

Para peneliti menyebut penemuan oksigen pada atmosfer planet ekstrasurya tidak selalu menjadi tanda kehidupan.

Oksigen menjadi salah satu elemen yang jumlahnya cukup banyak di Bumi. Oksigen juga merupakan materi yang dibutuhkan manusia untuk hidup.

Oksigen sendiri merupakan hasil dari proses fotosintesis yang dilakukan tanaman serta sejumlah organisme lain. Fotosintesis menyerap karbon dioksida, cahaya Matahari, dan air untuk memproduksi gula, energi, serta oksigen.

Merujuk pada proses tersebut, penemuan oksigen di sebuah planet yang jauh memberi asa pada para peneliti tentang kemungkinan adanya kehidupan di planet tersebut.

Namun, untuk menggunakan oksigen sebagai petunjuk adanya kehidupan di sebuah planet, para peneliti harus menemukan bagaimana oksigen terbentuk di planet tersebut.

Bumi sendiri memuat oksigen sebanyak 46 persen pada bagian kerak dan mantel. Sementara pada bagian atmosfer terdapat sekitar 20 persen oksigen.

Dilansir dari Science Alert, kehadiran oksigen berasal dari Great Oxygenation Event (GOE) sekitar dua miliar tahun yang lalu. Kala itu, Cyanobacteria purba mengembangkan pigmen yang menyerap sinar Matahari dan menggunakannya dalam fotosintesis.

Oksigen limbah fotosintesis dari bakteri ini akhirnya menyebar ke atmosfer, mantel, dan kerak setelah melewati beberapa miliar tahun.

Jadi, jika para ilmuwan menemukan oksigen di atmosfer planet ekstrasurya, itu menunjukkan dengan kemungkinan adanya kehidupan.

Kehidupan sederhana mungkin berada di hamparan planet tersebut, menyerap sinar Matahari dan menghasilkan oksigen.

Meski demikian, sejumlah peneliti dari University of Gothenburg di Swedia baru-baru ini menemukan kemungkinan jalur abiotik atau non-biologis dalam pembentukan oksigen yang melibatkan sulfur dioksida.

Molekul sulfur dioksida ditemukan di atmosfer banyak benda langit dan sejumlah besar dapat dikeluarkan ke atmosfer selama letusan gunung berapi.

Dilansir dari situs University of Gothenburg, ketika molekul belerang dioksida terkena radiasi dengan energi yang cukup tinggi, seperti yang diberikan oleh radiasi dari Matahari, molekul ini dapat terionisasi menjadi sistem bermuatan positif ganda.

Kemudian molekul ini disebut dapat mengambil bentuk linier dengan dua atom oksigen yang berdekatan dan atom belerang di salah satu ujung terminal.

Sebelum terjadi ionisasi, sulfur dioksida memiliki bentuk yang mirip dengan struktur molekul air, hanya saja hidrogennya digantikan dengan sulfur.

Pada benda-benda luar angkasa, sulfur tidaklah asing. Hal itu misalnya bisa ditemui pada exoplanet yang memiliki gunung api, yang dapat memompa sulfur ke atmosfernya.

Contohnya ada pada tiga satelit Jupiter yakni Io, Ganymede, dan Europa yang memiliki oksigen di atmosfernya. Io merupakan tempat yang dipenuhi gunung berapi. Sementara, Ganymede dan Europa punya permukaan berupa laut, sehingga mungkin ada kehidupan di sana.

Akan tetapi, kehidupan itu tidak bisa membentuk oksigen seperti di Bumi. Maka dari itu, penjelasan lebih lanjut soal melimpahnya oksigen di sana pun dibutuhkan.

[Gambas:Video CNN]

(lom/lth)

[Gambas:Video CNN]




Sumber: www.cnnindonesia.com