Jakarta, CNN Indonesia —
Sejumlah ilmuwan dari Melbourne, Australia, meneliti modus laba-laba penenun corong betina untuk menggaet pasangan. Salah satunya yakni pura-pura mati saat bersetubuh.
Tujuan dari pura-pura mati itu agar pejantan tidak terlalu khawatir dimakan ketika proses kawin dilakukan sehingga memudahkan betina untuk memilih pasangan terbaik.
Beberapa laba-laba penenun corong diketahui terlibat dalam kanibalisme seksual. Biasanya, betina membunuh dan memakan jantan setelah selesai kawin.
Secara alami, hal ini membuat seks menjadi kurang menarik bagi para pejantan, yang berarti benar-benar mempertaruhkan hidup mereka setiap kali mereka ingin berhubungan.
Untuk menyiasatinya, beberapa spesies telah mengembangkan perilaku tidak biasa yang dikenal sebagai katalepsi seksual. Bentuknya, betina meringkukkan kakinya dan tetap tidak bergerak seolah-olah telah mati.
Hal ini memungkinkan laki-laki menjalankan misi mereka tanpa harus khawatir menjadi camilan pasca-seks untuk betina.
Para peneliti telah mengetahui tentang katalepsi seksual pada laba-laba selama beberapa waktu. Namun, sampai sekarang belum jelas apakah betina secara sukarela melumpuhkan diri mereka sendiri untuk kepentingan jantan, atau jantan memiliki kendali atas perilaku tersebut.
Untuk memahami apa yang sedang terjadi, para peneliti melakukan percobaan pada laba-laba corong tenun dari spesies Aterigena aculeata untuk membandingkan katalepsi seksual dengan perilaku serupa untuk melihat apakah itu dikendalikan oleh jantan atau betina.
Penelitian itu diterbitkan pada 21 Maret di jurnal Current Zoology.
Selama eksperimen, tim mengobservasi betina A. aculeata dalam tiga skenario: terlibat dalam katalepsi seksual secara alamiah selama proses kawin; berpura-pura mati, yang diketahui juga sebagai thanatosis, setelah dikocok di dalam tabung pengujian; dan disuntik anestesi agar tidur untuk meniru isyarat kimia potensial yang diproduksi laki-laki.
Setelah itu, laba-laba dibekukan sampai mati dan tubuh mereka digiling sehingga para peneliti dapat menganalisis bahan kimia yang digunakan untuk mengoordinasikan tindakan laba-laba.
Menurut para pakar, jika katalepsi seksual benar-benar meniru thanatosis, hal itu mungkin dikontrol oleh betina. Namun, jika lebih mirip dengan anestesi, katalepsi seksual mungkin tidak dalam kontrol betina dan dipengaruhi oleh pejantan.
Hasilnya, para pakar ternyata menemukan katalepsi seksual terlihat sangat mirip dengan thanatosis. Laba-laba yang mengalami proses tersebut memiliki tanda kimiawi yang lebih mirip daripada laba-laba yang dianestesi.
Penemuan tersebut sangat memberi kesan, katalepsi seksual dikontrol oleh laba-laba betina. Aksi tersebut berperan sebagai cara mereka memilih pejantan.
“Perkawinan terjadi hanya ketika para betina masuk ke fase katalepsi seksual. Jadi, jika dia tidak beraksi demikian, tidak akan ada proses perkawinan,” kata Elgar, dikutip dari LiveScience.
Meskipun para betina terlihat mati saat proses perkawinan, para pejantan ternyata benar-benar tahu bahwa betinanya pura-pura. Maka, segera setelah perkawinan tuntas, pejantan mundur dan betinanya bangkit kembali.
(can/lth)
Sumber: www.cnnindonesia.com