Mengenal Kepala BRIN, Terinspirasi tapi Diduga Hapus Jejak Habibie

Kepala BRIN Laksana Tri Handoko sempat mengaku terinspirasi oleh sosok BJ Habibie. Kenapa dia sekarang malah diduga menghapus jejak sang Mr Crack?

Jakarta, CNN Indonesia

Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko tengah jadi sorotan lantaran lembaganya menghapus nama Bacharudin Jusuf Habibie dari lini masa ilmu pengetahuan dan teknologi. Padahal, ia sempat mengaku terinspirasi olehnya.

Dalam wawancara bertajuk Meet The Geek dengan CNNIndonesia.com pada 2021, ia mengakui mantan Menteri Riset dan Kebudayaan itu merupakan sosok yang membuat Handoko tertarik di bidang penelitian.

Ia melihat sosok BJ Habibie merupakan tokoh periset yang mumpuni. Jadi, tak ayal sosok presiden ke-7 RI itu juga menjadi inspirasi di kalangan remaja saat itu, termasuk Laksana.

“Kalau anak zaman saya itu banyak terinspirasi oleh pak Habibie. Jadi pada saat itu banyak yang terinspirasi, termasuk saya juga,” tuturnya kepada CNNIndonesia.com pada 2021.

Handoko juga mengaku bisa menempuh studi ke Jepang via beasiswa dari Overseas Fellowship Program (OFP) dari Kementerian Riset dan Teknologi, yang saat itu dipimpin oleh Habibie.

Sebelum terbang ke Jepang, ia sempat menempuh studi di Institut Teknologi Bandung (ITB) selama tiga bulan sambil menunggu kepastian beasiswa itu.

“Karena proses tes [seleksi beasiswa] lama, dimulai sejak sebelum lulus SMA, prosesnya panjang. Jadi karena sudah diterima PMDK akhirnya saya sempat kuliah di ITB. Itu tidak lama, sekitar 3 bulanan,” tuturnya.

Akhirnya, ia mendapat kabar diterima di Universitas Kumamoto, Jepang, dengan program studi yang diinginkannya, yakni fisika.

Selain pernah membuat terobosan kala menjabat Menristek era Orde Baru (Orba), Habibie juga pernah menggerakkan roda-roda inovasi perusahaan teknologi Industri Pesawat Terbang Nasional (IPTN), yang kini jadi PT. Dirgantara Indonesia; serta Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Para ilmuwan pun paham tanpa kegigihan Habibie soal prioritas terhadap iptek dan sains serta pendirian lembaga-lembaganyanya Indonesia sama sekali tak akan berkembang.

Panel sejarah

Waktu berganti. Usai 36 tahun menyelesaikan studi di Jepang, Laksana Tri Handoko kini menjadi kepala lembaga penelitian raksasa se-Indonesia. Namun, BRIN diduga menihilkan Habibie dari ingatan soal iptek RI.

Contohnya adalah pada panel lini masa berjudul Sejarah Riset dan Inovasi Indonesia di lobi utama kantor Handoko.

Pada kunjungan CNNIndonesia.com Kamis (2/2), panel itu cuma menunjukkan dua foto animasi Presiden pertama RI Sukarno, yang merupakan ayah dari Ketua Dewan Pengarah BRIN, dan gambar Kepala BRIN Laksana Tri Handoko.

Sisanya berupa tulisan-tulisan aneka tema, salah satunya soal pesawat N-250. Namun, tak ada keterangan sama sekali soal kontribusi Habibie.

Di samping itu, Handoko pernah meminta para peneliti untuk lebih realistis dan tak mengulangi praktek era Habibie.

“Kita harus realistis lah, jangan diulangi lagi praktek kita yang sudah sejak zaman, mohon maaf nih ya, eyang kita ya, eyang Habibie,” ujarnya, dalam video yang beredar.

“Karena itu memang sudah eranya sudah beda. Ya zaman dulu aja enggak berjalan, apalagi zaman sekarang,” imbuh dia.

Merespons video viral itu, Handoko menyatakan “Kebijakan di BRIN dan riset di Indonesia saat ini tidak dimaksudkan untuk membuat dikotomi antara era Habibie dan saat ini. Karena hal tersebut tidak relevan dan tidak penting”.

De-habibie-nisasi

Anggota Komisi VII DPR Mulyanto, dalam keterangan persnya, menilai hal itu merupakan “indikasi nyata dehabibienisasi yang terstruktur, sistematis dan masif. “

Ia juga mencatat ada sejumlah upaya dehabibienisasi atau menghapuskan warisan yang ditinggalkan Presiden ketiga RI BJ Habibie, utamanya melalui perombakan kelembagaan riset dan teknologi yang dirintisnya.

“Saya mencatat akhir bulan lalu telah ditutup lembaga riset antariksa dan penerbangan di Pasuruan, Jawa Timur.

Sebelumnya, ia menyebut ada pembubaran Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek), Dewan Riset Nasional (DRN), Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN), dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).

“Kita menyaksikan porak-porandanya BPPT dan hasil-hasil rekayasanya baik tsunami early warning system, puna male, dll.”

Tak ketinggalan, ada pembubaran Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS), Dewan Standardisasi Nasional (DSN), “serta dimuseumkannya pesawat terbang karya anak bangsa N-250 Si Gatot Kaca”.

Mulyanto menegaskan, “negara tidak bisa begitu saja menghilangkan jejak pengembangan iptek yang sudah dibangun susah payah oleh begawan teknologi BJ Habibie.”

“Pak Habibie berhasil membangun human-ware (SDM), technoware (peralatan), orgaware (kelembagaan) maupun infoware (jaringan) yang berujung pada beroperasinya Badan Usaha Milik Negara Industri Strategis (BUMNIS),” terangnya.

CNNIndonesia.com sudah berupaya meminta konfirmasi kepada Laksana Tri Handoko, Kepala Biro Komunikasi Publik Umum dan Kesekretariatan BRIN Driszal Friyantoni, dan Kepala Komunikasi Publik BRIN Dyah Rachmawati.

Namun, pihak terkait sejauh ini belum memberi respons.

(can/dmi/arh)






Sumber: www.cnnindonesia.com