Jakarta, CNN Indonesia —
Para ilmuwan menyebut mencairnya gletser di Selandia Baru sudah semakin mengkhawatirkan. Pasalnya, setiap tahun ukuran gletser ini diketahui terus menyusut.
Setiap tahun para ilmuwan di Selandia Baru terbang melintasi beberapa gletser paling ikonik di negara ini, salah satunya “sungai” es purba yang turun dari Pegunungan Alpen Selatan. Dalam perjalanannya, hampir setiap tahun mereka menemukan gletser-gletser tersebut menyusut.
Pada tahun ini, tepatnya akhir Maret lalu, tim ilmuwan menghabiskan delapan jam terbang di atas puncak gunung dan mengambil ribuan foto gletser untuk survei garis salju tahunan.
Seorang profesor di Monash University di Australia Andrew Mackintosh yang ikut dalam penerbangan tersebut mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa dia “terkejut” dengan apa yang mereka lihat.
Mackintosh menyebut beberapa gletser pada ketinggian yang lebih rendah sebagian besar telah menghilang. Sementara gletser Franz Josef dan Fox yang terkenal menunjukkan tanda-tanda penyusutan.
“Pengamatan tahun ini memperkuat pandangan bahwa kita terus melihat hilangnya es di seluruh Pegunungan Alpen Selatan,” kata Andrew Lorrey, ilmuwan utama di lembaga penelitian National Institute of Water and Atmospheric Research (NIWA) dan koordinator survei tersebut, dikutip dari CNN.
Gletser merupakan massa es yang sangat besar yang terbentuk di dalam dan di sekitar pegunungan. Gletser tumbuh di musim dingin bersalju dan mencair ketika suhu menghangat.
Gletser sendiri merupakan sumber air tawar bagi hampir 2 miliar orang di seluruh dunia. Maka dari itu pencairannya yang cepat menimbulkan risiko besar.
Salah satunya, banjir bandang yang mematikan. Selain itu, es yang mencair juga menyebabkan kenaikan permukaan air laut.
Pada 2021 dan 2022 menjadi dua tahun terpanas dalam sejarah Selandia Baru. Cuaca ini juga berdampak pada peningkatan pencairan gletser.
Lorrey, yang telah melakukan survei udara ini sejak 2009, menyebut pencairan gletser ini sangat mengkhawatirkan.
“Saya melihat bagian yang indah dari lingkungan alam kita ini terlepas dari pandangan kita. Dan jika Anda pernah mengalami gletser secara langsung, mereka benar-benar menakjubkan dan membuat Anda takjub serta mengubah hidup Anda,” katanya.
Survei garis salju yang diselenggarakan oleh NIWA telah berlangsung hampir setiap tahun selama hampir lima dekade. Survei bertujuan untuk menangkap potret lebih dari 50 gletser sedekat mungkin dengan akhir musim salju dan pencairan es.
Para ilmuwan secara khusus mengamati salju yang melapisi gletser-gletser tersebut. Lorrey mengatakan dengan memahami di mana letak garis salju, masyaraka menangkap sesuatu tentang seberapa sehat gletser.
Lebih lanjut, ahli glasiologi di Victoria University of Wellington Lauren Vargo mengatakan krisis iklim memiliki dampak yang sangat besar pada gletser.
“Sebagian besar perubahan suhu yang mendorong apa yang terjadi pada gletser di Selandia Baru,” katanya.
Pencairan ekstrem pada 2018 adalah salah satu tahun terburuk dalam catatan gletser Selandia Baru. Menurut studi pada 2020 yang ditulis bersama oleh Vargo dan Lorrey, pencairan tersebut terjadi hingga 10 kali lipat akibat perubahan iklim.
“Seiring dengan tren pemanasan saat ini, kita akan terus kehilangan lebih banyak gletser,” kata Lorrey.
Menurutnya, ini adalah tren global. Akibatnya, hingga setengah dari gletser di dunia dapat menghilang pada akhir abad ini, bahkan jika target penanganan iklim yang ambisius terpenuhi.
(loam/agt)
[Gambas:Video CNN]
Sumber: www.cnnindonesia.com