Jakarta, CNN Indonesia —
Wilayah gurun identik dengan suasana tandus, gersang, dan minim hujan. Apa yang memicunya jadi wilayah ekstrem semacam itu?
Gurun bisa berupa bukit berpasir, ngarai berbatu, stepa semak belukar, dan padang es kutub. Namun, satu hal yang menyatukan ragam rupa tersebut adalah minimnya curah hujan yang akhirnya membuat suasana di wilayah tersebut kering.
Ekolog Desert Research Institute, Lynn Fenstermaker dilansir Live Science menyebut hal itu sangat berkaitan dengan pola sirkulasi udara global.
Sinar Matahari menerpa Bumi kebanyakan langsung di khatulistiwa dan kemudian memanaskan udara lalu menguapkan uap air darinya. Uap hangat dan udara kering itulah yang meningkat dan melaju ke arah kutub.
Uap tersebut cenderung tenggelam lagi di sekitar garis lintang 30 derajat. Pola sirkulasi tersebut dikenal dengan istilah Sel Hadley. Sel tersebut mengendalikan dan menukar angin, yang memicu eksplorasi awal dunia oleh penjelajah pelaut.
Itu juga mengapa banyak gurun terbesar di dunia – seperti Sahara dan Gobi di belahan Bumi Utara, dan Kalahari di belahan Bumi Selatan – berada di garis lintang tengah ini.
Selanjutnya, ada proses yang jauh lebih kompleks daripada proses tersebut. Pola Angin berinteraksi dengan topografi untuk memengaruhi area gurun.
Udara yang masuk dari samudra dan membentur pegunungan akan melepaskan embunnya sebagai hujan atau salju saat naik. Namun, saat udara menyeberangi pegunungan dan turun ke sisi lainnya, ia menjadi kering.
Di California, contohnya adalah Gurun Mojave yang terletak di bawah bayangan hujan Sierra Nevada.
Kadang-kadang, daerah pedalaman lebih kering karena letaknya sangat jauh dari kumpulan air yang besar sehingga udara yang bertiup masuk telah kehilangan semua kelembapannya saat tiba.
Hal tersebutlah yang terjadi pada kasus Gurun Gobi di Asia Tengah, yang juga dilindungi oleh Pegunungan Himalaya.
Di sisi lain, daerah pinggir pantai juga tak selalu basah. Arus samudra yang dingin bertabrakan dengan udara yang bergerak ke arah pinggir pantai bisa menciptakan kabut.
Saat kabut itu bergerak di atas daratan, uap air tetap berada di udara alih-alih jatuh sebagai hujan. Hal tersebut dapat menciptakan gurun yang berbatasan dengan lautan, seperti Atacama di Chili yang merupakan salah satu tempat terkering di Bumi.
Berubahanya pola iklim juga berperan dalam mengubah keadaan gurun. Contohnya adalah Gurun Sahara yang sebetulnya ditutupi rumput dan hutan tropis ribuan tahun lalu.
“Sel Hadley diperkirakan menyebar ke utara dan selatan karena perubahan iklim,” kata Andreas Prein, ilmuwan atmosfer di National Center for Atmospheric Research di Boulder, Colorado, AS.
“Temperatur yang lebih hangat bisa mengakselerasi pergantian lewat meningkatkan evaporasi udara dan mengeringkan udara lebih jauh lagi. Selain curah hujan, keseimbangan curah hujan dan penguapanlah yang menentukan sebuah gurun,” katanya menambahkan.
Faktor Manusia
Selain faktor alam, faktor manusia juga ikut andil dalam pengurangan curah hujan dan presipitasi -proses jatuhnya segala materi dari atmosfer ke permukaan bumi dalam bentuk cair (hujan) maupun padat (salju).
Hal tersebut diungkapkan dalam artikel di jurnal Nature berjudul Tropical deforestation causes large reductions in observed precipitation.
“Pengaruh deforestasi terhadap curah hujan meningkat pada skala yang lebih besar, dengan kumpulan data satelit menunjukkan bahwa kehilangan hutan menyebabkan penurunan curah hujan yang kuat pada skala lebih dari 50km,” kata pakar.
Para ahli juga memperkirakan “penggundulan hutan di masa depan di Kongo akan mengurangi curah hujan lokal sebesar 8-10% pada tahun 2100. Temuan kami memberikan argumen yang kuat untuk konservasi hutan tropis guna mendukung ketahanan iklim regional.”
(lth/arh)
Sumber: www.cnnindonesia.com