Kekhawatiran Robot Bakal Gusur Kerjaan Manusia Sudah Lebay

Sebuah studi mengungkap kekhawatiran para karyawan bakal digantikan robot sudah dalam taraf lebay. Bagaimana menyiasatinya?

Jakarta, CNN Indonesia

Robot yang kian banyak dipekerjakan di berbagai sektor rupanya memicu kerisauan yang kian mendalam dari para karyawan manusia.

Sebuah studi yang dilakukan oleh para peneliti di National University of Singapore menemukan bahwa ketakutan ini sebagian besar tidak berdasar. Berpikir lebih positif, kata peneliti, tentang kualitas manusia dapat membantu meredakan pikiran-pikiran tersebut.

Untuk mengungkap fenomena itu, dikutip dari Science Focus, tim secara acak membagi 343 orang tua siswa di National University of Singapore yang jadi responden ke dalam tiga kelompok.

Salah satu kelompok diminta membaca artikel tentang penggunaan robot dalam bisnis, yang lainnya membaca artikel umum tentang robot, dan kelompok sisanya membaca artikel yang tidak berhubungan dengan robot.

Ketiga kelompok itu kemudian ditanya tentang kekhawatiran mereka atas keamanan kerja.

Tim menemukan kelompok yang membaca cerita tentang robot dalam bisnis melaporkan ketakutan yang jauh lebih tinggi terkait kerentanan posisi mereka karena robot.

“Beberapa ekonom berteori bahwa robot lebih mungkin mengambil alih pekerjaan kerah biru (pekerja manual yang banyak mengandalkan fisik) lebih cepat daripada pekerjaan kerah putih (pekerja kantoran),” kata pemimpin peneliti Kai Chi Yam.

“Namun, sepertinya robot belum mengambil alih banyak pekerjaan, jadi banyak dari ketakutan ini agak subjektif,” sambungnya.

Di samping itu, munculnya robot menyebabkan kelelahan dan ketidakamanan kerja di kalangan pekerja Amerika Serikat, dikutip dari StudyFinds.

Para peneliti yang bekerja di American Psychological Association mengatakan pemikiran mesin dapat mengambil alih dunia hanyalah ada di dalam film fiksi ilmiah (sci-fi).

Pada eksperimen kedua yang dilakukan secara online, tim meminta 400 sukarelawan untuk menuliskan nilai-nilai kemanusiaan tertentu yang penting bagi mereka, seperti persahabatan, selera humor, atau keterampilan seperti olahraga atletik.

Mereka menemukan latihan penegasan diri semacam ini menghilangkan ketakutan para sukarelawan tentang penggantian robot oleh pekerja.

“Laporan media tentang teknologi baru seperti robot dan algoritma cenderung bersifat apokaliptik, sehingga orang dapat mengembangkan ketakutan irasional tentang mereka,” kata Yam.

“Kebanyakan orang melebih-lebihkan kemampuan robot dan meremehkan kemampuan mereka sendiri,” kata Yam.

Yam, yang merupakan ahli manajemen di National University of Singapore, mengatakan kekhawatiran akan robot di tempat kerja tidak dapat dibenarkan.

“Namun, sepertinya robot belum mengambil alih banyak pekerjaan, setidaknya tidak di Amerika Serikat, jadi banyak dari ketakutan ini agak subjektif,” ujarnya.

Tim Yam melakukan tes dan menganalisis data dari peserta di AS, Singapura, India, dan Taiwan. Dalam satu eksperimen, bekerja dengan robot industri memicu stres dan keresahan di antara 118 insinyur yang dipekerjakan oleh perusahaan manufaktur mobil di India.

Informasi tentang prevalensi robot di 185 kota besar dan kecil di AS menemukan kekhawatiran karyawan adalah hal biasa.

Sebelumnya, lembaga McKinsey Indonesia pernah mengungkap hasil studi 2020 yang menyatakan 23 juta pekerjaan akan tergantikan dengan otomatisasi atau robot.

“Kalau melihat potensi dari otomasi, pekerjaan yang tergantikan adalah tantangan besar bagi Indonesia. Sebanyak 23 juta pekerjaan kurang lebih akan tergantikan,” ungkap Managing Partner McKinsey Indonesia Philia Wibowo, dikutip Kamis (22/10/2020).

(can/arh)

[Gambas:Video CNN]




Sumber: www.cnnindonesia.com