Jabodetabek Hingga Bandung Hujan Melulu 2 Hari Terakhir, Ada Apa?

Setidaknya kemarin hingga pagi hari ini kawasan Jabodetabek diguyur hujan ringan hingga lebat. Simak penjelasan pakar soal fenomena ini.

Jakarta, CNN Indonesia

Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) diguyur hujan seharian, Minggu (12/2), hingga Senin (13/2) pagi ini. Ada fenomena apa sebenarnya?

Dalam dua hari terakhir, warganet di berbagai daerah, terutama Jabodetabek, mengungkap hujan yang turun tanpa berhenti sejak kemarin. 

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sebenarnya sudah mengingatkan soal potensi hujan lebat yang dapat disertai petir dan angin kencang di sebagian wilayah Indonesia pada Sabtu (11/2).

Wilayah-wilayah yang berpotensi hujan ini antara lain Aceh, Bali, Bangka Belitung, Banten, Bengkulu, DKI Jakarta, Gorontalo, Jambi, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Lampung, Maluku.

Selain itu, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Papua, Papua Barat, Riau, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sumatra Utara, Sumatra Barat, dan Sumatra Selatan.

“Dimohon kepada masyarakat yang tinggal dan beraktivitas di pesisir sekitar area yang berpeluang terjadi gelombang tinggi agar tetap selalu waspada,” ujar Kepala Pusat Meteorologi Maritim BMKG Eko Prasetyo, dikutip dari Antara.

Senada, BMKG juga mengeluarkan peringatan dini hujan untuk berbagai wilayah untuk Senin (13/2). Di antaranya adalah Jakarta Selatan dan Jakarta Timur yang diprediksi mengalami hujan ringan siang ini, kilat dan angin kencang pada sore harinya.

Fenomena squall-line

Peneliti Klimatologi pada Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin mengungkapkan hal ini terkait dengan fenomena squall-line.

Hujan yang terjadi di Jabodetabek jelang tengah malam ini memiliki pola garis melengkung yang disebut squall-line, merupakan salah satu jenis badai konvektif,” jelasnya, dikutip dari kicauannya di Twitter.

Pada ujung lengkungan, biasanya terjadi angin kencang atau bahkan ekstrem karena dihasilkan oleh klaster awan konvektif,” lanjut dia.

Menurut dia, pola hujan squall-line ini juga terpantau di Sumatra. Hal inilah yang menyebar ke Jabodetabek hingga ke arah timur Indonesia. 

Di sisi lain, hujan di Sumatra bagian selatan masih eksis dan meluas, siap kembali dijalarkan menuju Jabodetabek.”

Early morning precipitation on 12 February 2023. Dan hujan pun telah sampai di Bandung. Takjub, betapa jauh hujan traveling menempuh perjalanan ratusan km dari Sumatra menuju Jabodetabek lalu Bandung, dan akan terus berlanjut ke timur,” urainya.

Hujan yang diperkirakan akan tiba hingga Bali dan Nusa Tenggara pada Selasa (13/2).

Traveling hampir 24 jam dari jam 00 (12/02) ditempuh oleh hujan berpola squall-line (merupakan salah satu jenis badai) dari Sumatra bagian selatan menuju Jabodetabek dan berlanjut terus hingga tiba di Jatim pada jam 20-23. Dari Jatim mungkin lanjut menuju Bali-Lombok esok (13/02).

Dikutip dari situs National Weather Service (NWS), yang merupakan BMKG-nya Amerika Serikat, squall line itu adalah salah satu jenis badai.

“Terkadang badai petir akan terbentuk dalam garis yang dapat memanjang ke samping hingga ratusan mil. ‘Garis badai’ ini dapat bertahan selama berjam-jam dan menghasilkan angin dan hujan es yang merusak,” menurut keterangan lembaga.

Aliran udara ke atas, dan karenanya sel-sel baru, terus-menerus terbentuk kembali di ujung depan sistem. Hujan dan hujan es mengikutinya. Aliran naik dan turun badai individu di sepanjang garis badai ini bisa menjadi sangat kuat.

“Menghasilkan rangkaian hujan es besar dan angin aliran keluar yang kuat yang bergerak cepat di depan sistem,” menurut NWS.

Menurut penampakannya, di sepanjang tepi depan squall line terdapat busur awan rendah yang disebut awan rak (shelf cloud).

“Penampilan ini adalah hasil dari udara yang didinginkan oleh hujan yang menyebar dari bawah garis squall bertindak sebagai front dingin mini. Udara padat yang lebih dingin memaksa udara yang lebih hangat dan kurang padat naik. Udara yang naik dengan cepat mendingin dan mengembun menciptakan awan rak,” menurut NWS.

(tim/arh)






Sumber: www.cnnindonesia.com