Pakar dari Boston University membantah tuduhan para penelitinya menciptakan Covid mematikan di lab dan menyebutnya sebagai hoaks berat.
Sebelumnya banyak beredar cerita di berbagai media yang menyiratkan lahirnya jenis Covid berbahaya baru di laboratorium. Beberapa cerita bahkan menyebutkan tingkat kematian dari virus baru ini mencapai 80 persen.
Dilansir dari situs Boston University, cerita tersebut pertama kali muncul pada Senin (16/10) di Daily Mail Inggris.
Kemudian dalam sebuah pernyataan Senin (16/10) sore, Boston University menyebut adanya cerita lain dari sejumlah penerbit lain.
Boston University sendiri dengan tegas membantah tudingan pada penelitian yang dilakukan di National Emerging Infectious Diseases Laboratories (NEIDL) milik universitasnya.
“Pertama, penelitian ini bukan penelitian gain-of-function, artinya tidak memperkuat strain virus SARS-CoV-2 [leluhur] atau membuatnya lebih berbahaya,” kata Universitas Boston (BU) dalam pernyataannya, seperti dikutip Med Page Today.
“Faktanya, penelitian ini membuat replikasi virus menjadi kurang berbahaya,” imbuhnya.
Boston University kemudian mengatakan apa yang mereka lakukan di laboratorium telah disetujui oleh Komite Keamanan Hayati Kelembagaan serta Komisi Kesehatan Masyarakat Boston.
Selain itu, mereka menyebut apa yang mereka lakukan adalah “meniru dan memperkuat temuan penelitian serupa lainnya yang dilakukan oleh organisasi lain, termasuk FDA”.
Menurut dokumen pracetak studi di bioRxiv, penelitian pada virus corona ini disebut bertujuan mempelajari apakah protein lonjakan Omicron, dengan banyak mutasinya, bertanggung jawab atas penularan tinggi varian Covid dan hubungannya dengan penyakit yang dilemahkan.
Untuk mempelajari area tersebut, para peneliti menggabungkan protein lonjakan Omicron dengan strain leluhur virus, dan membandingkannya dengan varian Omicron yang beredar secara alami.
Para peneliti menemukan pada model hewan bahwa sementara varian Omicron yang bersirkulasi secara alami menyebabkan infeksi ringan dan tidak fatal, virus gabungan dapat menyebabkan penyakit parah dengan tingkat kematian 80 persen pada 10 tikus. Virus tipe liar bahkan menyebabkan tingkat kematian 100 persen pada enam tikus.
Para peneliti mengatakan temuan ini menunjukkan ketika pelepasan vaksin ditentukan oleh mutasi pada spike protein Omicron, penentu utama patogenisitas virus berada di luar spike protein.
Direktur NEIDL di Boston University dan ketua mikrobiologi di Chobanian & Avedisian School of Medicine Ronald Corley menjelaskan penelitian ini dimulai dalam kultur jaringan, dan kemudian pindah ke model hewan.
“Model hewan yang digunakan adalah jenis tikus tertentu yang sangat rentan, dan 80 hingga 100 persen tikus yang terinfeksi meninggal karena penyakit dari jenis aslinya, yang disebut strain Washington,” kata Corley.
“Padahal Omicron menyebabkan penyakit yang sangat ringan pada hewan-hewan ini,” lanjutnya.
Dia mengatakan angka 80 persen yang digunakan dalam headline media “benar-benar salah menggambarkan tidak hanya temuan, tetapi [juga] tujuan penelitian”.
(lom/fea)
[Gambas:Video CNN]
Sumber: www.cnnindonesia.com