Jakarta, CNN Indonesia —
Raksasa teknologi Google tidak hanya memasukkan kecerdasan buatan (AI) generatif kepada teks melainkan untuk foto. Pertanyaannya, apakah hal tersebut etis?
Google memasukkan AI generatif ke dalam semua produknya termasuk aplikasi foto di ponsel Android. Mereka telah mengkaji alat Magic Editor “eksperimental” di Google Photo yang tidak hanya dapat memperbaiki foto, tetapi juga langsung mengubahnya untuk menciptakan foto yang diinginkan.
Dikutip situs blog Google, proses edit yang dapat dilakukan beragam mulai dari memindahkan dan mengubah ukuran subjek, meregangkan objek, melepas tali tas yang tidak diinginkan, atau bahkan mengganti langit yang mendung menjadi lebih cerah.
Google mengatakan Magic Editor akan tersedia di ponsel Pixel terpilih pada akhir tahun ini. Pada tahap awal, pihak perusahaan memperingatkan hasilnya mungkin memiliki kekurangan.
Tetapi mereka mengungkap akan menggunakan umpan balik dari pengguna untuk meningkatkan teknologi tersebut.
Sebetulnya, Google tidak asing dengan pengeditan gambar berbasis AI. Magic Eraser sudah memungkinkan pengguna menghapus subjek yang tidak diinginkan, sementara Photo Unblur memperjelas gambar yang bergetar.
Namun, Magic Editor mengambil langkah yang lebih mutakhir. Teknologi ini menambahkan konten yang tidak pernah ada, dan secara efektif memungkinkan mengambil ulang jepretan yang kurang sempurna.
Pengguna dapat memanipulasi bidikan dengan editor seperti Adobe Photoshop, tetapi lebih mudah dan disertakan dalam aplikasi manajemen foto ponsel mereka.
Penambahan fitur AI bisa berguna untuk menyelamatkan foto yang seharusnya tidak dapat digunakan. Namun, hal ini juga menambah daftar pertanyaan etis seputar AI generatif.
Pasalnya, pengeditan ini akan membuat pengguna relatif mudah untuk menyajikan versi peristiwa yang tidak pernah ada. Pada akhirnya mungkin lebih sulit untuk mempercayai foto-foto yang diambil dari media sosial seseorang, meski foto-foto tersebut boleh jadi tidak sepenuhnya palsu.
Sebelumnya, para pemimpin teknologi dan peneliti AI terkemuka juga telah menyerukan agar laboratorium dan perusahaan AI “segera menghentikan sementara” pengembangan mereka.
Tokoh di bidang teknologi itu di antaranya Steve Wozniak (pendiri Apple) dan Elon Musk (CEO Tesla dan Twitter). Mereka, dalam sebuah surat menyatakan setuju adanya jeda minimal enam bulan untuk tidak memproduksi teknologi di luar GPT-4.
Hal itu agar masyarakat dapat menyesuaikan diri, dan memastikan bahwa sistem tersebut memberikan manfaat bagi semua orang.
Surat tersebut menambahkan kehati-hatian dan pemikiran ke depan diperlukan untuk memastikan keamanan sistem AI. Namun sayangnya hal ini diabaikan.
Rujukan ke GPT-4, sebuah model dari OpenAI yang dapat merespons dengan teks untuk pesan tertulis atau visual, muncul ketika perusahaan berlomba-lomba untuk membangun sistem obrolan yang kompleks yang memanfaatkan teknologi tersebut.
Microsoft misalnya, baru-baru ini mengonfirmasi mesin pencari Bing miliknya telah diubah dan didukung oleh model GPT-4 selama lebih dari tujuh minggu.
Sementara Google baru-baru ini memulai debut Bard, sistem AI generatifnya sendiri yang didukung oleh LaMDA, menurut laporan Engadget.
Surat kesepahaman itu diterbitkan oleh Future of Life Institute (FLI), sebuah organisasi yang didedikasikan untuk meminimalkan risiko dan penyalahgunaan teknologi baru.
Musk sebelumnya telah menyumbangkan US$10 juta kepada FLI untuk digunakan dalam studi keamanan AI. Selain dia dan Wozniak, para penandatangan surat termasuk sejumlah pemimpin AI global, seperti presiden Center for AI and Digital Policy Marc Rotenberg, fisikawan MIT sekaligus presiden Future of Life Institute Max Tegmark, dan penulis Yuval Noah Harari.
(can/lth)
[Gambas:Video CNN]
Sumber: www.cnnindonesia.com