Gempa Turki Dituding Rekayasa Manusia, Pakar Jelaskan Faktanya

Tagar #PrayforTurkey menjadi trending topic seirin doa untuk warga Turki yang baru saja diguncang gempa.

Jakarta, CNN Indonesia

Beberapa pihak meyakini gempa di Turki yang terjadi pada Senin (6/2) adalah rekayasa manusia. Simak faktanya di bawah ini.

Dugaan gempa Turki hasil rekayasa antara lain datang dari Walikota Ankara, Ibrahim Melih Gokcek. Dikutip dari Arab News, Gokcek lewat akun Twitternya menyebut, ini bukan kali pertama bagi Turki menjadi target gempa “buatan manusia”.

“Sekarang, saya berpikir, ini mungkin gempa hasil rekayasa manusia. Saya tidak mengatakan hal itu pasti demikian, tetapi ada kemungkinan yang sangat besar,” tulis Gokcek dalam akun twitternya.

Gokcek menuding teknologi HAARP milik Amerika Serikat (AS) menjadi biang keladi gempa. Masih dari akun Twitternya, Gokcek membagikan sebuah video Youtube berisi penjelasan soal HAARP.

“Saya bilang, harus ada investigasi soal ini. Apakah ada kapal riset seismik yang melintas di dekat episenter? Jika iya, kapal itu milik negara mana?” tuding Gokcek.

Dikutip dari halaman resmi Stanford, beberapa gempa memang dapat terjadi karena ulah manusia. Salah satu kota di AS yang cukup sering mengalami gempa buatan itu adalah Oklahoma.

Hal tersebut terjadi karena injeksi air pembuangan dari tambang minyak dan gas. Air tersebut diinjeksi ke kedalaman 7000 kaki di bawah tanah di utara tengah Oklahoma dan selatan Kansas.

Penyuntikan air ke dalam lapisan tersebut dapat berdampak kepada patahan di sekitarnya. Alhasil, patahan terdampak itu bisa menghasilkan gempa karena tekanan yang dihasilkan dari suntikan air limbah tersebut.

“Injeksi cairan ke formasi Arbuckle meningkatkan tekanan yang menyebar di area yang besar. Tekanan itu bermasalah karena dapat berdampak ke patahan yang besar di dekatnya yang sudah berada dalam tekanan akibat proses tektonik,” tulis para pakar yang penelitiannya sudah dipublikasikan di jurnal Nature Communications.

Geofisikawan Free University of Berlin, Marco Bohnhoff juga mengungkapkan, beberapa aktivitas manusia dapat memicu gempa.

“Dengan gempa induksi, jelas ada koneksi spasial dan temporal antara peristiwa gempa dan aktivitas manusia seperti pertambangan, pengisian reservoir bendungan, atau injeksi cairan untuk tujuan penyimpanan air di bawah tanah,” tulisnya seperti dikutip dari ESKP.

Namun dalam konteks gempa Turki, peristiwa itu tidak terjadi karena ulah manusia. Seismolog dari lembaga pemantau geologi AS (USGS), Susan Sough menyebut gempa di Turki sangat merusak karena lokasi dan kedalamannya yang dangkal.

“Dunia telah melihat magnitudo yang lebih besar dari [gempa] ini selama 10-20 tahun terakhir,” kicaunya.

“Tetapi gempa yang dekat dengan M8 tidak umum terjadi pada sistem patahan sesar dangkal, dan karena kedekatannya dengan pusat populasi dapat sangat mematikan.”

Sependapat dengan Susan, seismolog dari Imperial College London, Stephen Hicks mengungkapkan, gempa M 7,8 ini memiliki kekuatan yang sama dengan gempa di Turki pada Desember 1939 yang menewaskan sekitar 30 ribu orang

Menurut Hicks, Turki pada dasarnya merupakan sarang aktivitas seismik karena berada di dua patahan besar di Lempeng Anatolia.

Patahan tersebut adalah Patahan Anatolia Utara (Northern Anatolian Fault/NAF) yang melintasi Turki dari barat ke timur; dan Patahan Anatolia Timur (East Anatolian Fault/EAF)yang ada di wilayah tenggara negara itu.

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono juga mengungkapkan, ada lima penyebab gempa Turki sangat destruktif.

“Mengapa gempa Turki sgt destruktif?: (1) Magnitudo besar 7,8 (2) Gempa kerak dangkal (3) Terdiri 3 gempa besar 7,8 6,7 & 7,5 (4) Waktu gempa pagi hari pkl 4 bnyk warga dirumah, masih tidur (4) Pusat gempa di kelilingi 4 kota besar: Gaziantep, Kahramanmaras, Pazarcik, & Nurdagi,” tulis Daryono lewat akun Twitternya.

Daryono juga membantah HAARP menjadi dalang gempa tersebut. “Adalah angan angan kosong, mengkait-kaitkan gempa dengan HAARP,” tulisnya.

Dikutip dari situs resminya, HAARP atau High-frequency Active Auroral Research Program sebetulnya adalah program penelitian ionosfer yang didanai oleh militer AS, pemerintah, dan Universitas Alaska.

HAARP sendiri disebut sebagai “transmiter bertenaga tinggi dan frekuensi tinggi yang paling mampu untuk mempelajari ionosfer”. Dengan menggunakan HAARP, para ilmuwan mendapat pengertian yang lebih baik tentang proses yang terus terjadi di bawah simulasi alami Matahari.

(lth/lth)






Sumber: www.cnnindonesia.com