Citra Pilot Jet Tempur di Top Gun Tak Realistis, Studi Otak Beri Bukti

Pilot jet dalam film Top Gun digambarkan sebagai sosok sembrono dan selengean. Padahal, kenyataan berbicara sebaliknya.

Jakarta, CNN Indonesia

Citra pilot jet yang sembrono di film Top Gun ternyata melenceng jauh dari kenyataan terutama dalam hal tingkat kehati-hatian. Pakar mengungkap itu berdasarkan riset otak. 

Film seperti “Top Gun” cukup populer di antara perekrutan anggota militer. Sayangnya, Top Gun dan sekuelnya Top Gun: Maverick juga memberikan reputasi palsu pada komunitas jet tempur, yakni pilot sembrono, tidak mengikuti aturan, dan menghabiskan cuma sedikit waktu untuk mempelajari misi mereka.

Sebaliknya, studi baru menunjukkan betapa hati-hati dan telitinya pilot F-16 di udara.

Menurut siaran pers University of Antwerp, pilot berpengalaman menunjukkan jenis konektivitas otak tertentu karena mereka terbang di bawah “tingkat gravitasi yang berubah [sambil] dengan cepat memproses informasi sensorik yang saling bertentangan.”

Jet tempur F-16 yang disebut Fighting Falcon di Amerika Serikat (AS) adalah jet tempur bermesin tunggal yang sekarang dibuat oleh Lockheed Martin Corp.

F-16A dengan konfigurasi satu kursi terbang pertama kali pada Desember 1976 dan versi operasional pertama dari jet tersebut dikirimkan pada Januari 1979. F-16 juga memiliki jet tempur dengan konfigurasi dua kursi.

Menurut Angkatan Udara AS, pesawat ini dikenal memiliki sudut kursi yang lebih dalam daripada jet lain sehingga pilot dapat menahan hingga sembilan kali gaya gravitasi (sembilan G).

F-16 juga memiliki kemampuan manuver yang tinggi dan jangkauan jauh yang membuatnya populer di kalangan Organisasi Perjanjian Atlantik Utara (NATO).

Lebih lanjut, studi tentang pilot jet tempur meneliti 10 pilot Belgia yang telah menerbangkan F-16. Studi ini menyebut adanya perubahan konektivitas otak saat pilot menambah jam terbang.

Contohnya adalah informasi sensorimotor, atau bagaimana tubuh memahami lingkungan melalui indra, telinga bagian dalam, dan posisi anggota tubuh. Hal tersebut merupakan kondisi ekstrem dalam penerbangan militer yang kemungkinan disebabkan muatan G dan manuver.

Dikutip dari Space, penulis studi mengatakan pilot berpengalaman menunjukkan lebih banyak konektivitas di lobus frontal otak, yang mengacu pada zona serebral yang terkait dengan perilaku dan gerakan sukarela.

Pilot juga memproses informasi vestibular dan visual lebih cepat berkat adanya pengalaman.

Perubahan otak ini mungkin disebabkan oleh prioritas yang dipaksakan di udara untuk fokus pada apa yang dibutuhkan dalam pertempuran atau kondisi kecepatan tinggi, seperti membaca instrumen kokpit.

Penulis studi menunjukkan perlunya ada penelitian lanjutan, mengingat studi lain tentang penerbangan luar angkasa dan pelatihan astronaut juga menunjukkan otak dapat berubah dalam struktur dan fungsi untuk beradaptasi dengan tuntutan di luar Bumi.

“Memahami perubahan ini dapat membantu kita mempersiapkan astronot dengan lebih baik untuk perjalanan panjang, yang sangat penting jika kita ingin mencapai planet lain,” kata siaran pers tersebut.

(lom/lth)






Sumber: www.cnnindonesia.com