Cerita Negara Kecil yang Unggah Diri Sendiri ke Metaverse

Negara Tuvalu mengunggah teritori mereka sendiri ke Metaverse. Apa tujuannya?

Jakarta, CNN Indonesia

Beragam cara dilakukan untuk membangkitkan kesadaran tentang perubahan iklim. Negara-negara di Samudra Pasifik misalnya mengunggah diri mereka sendiri ke Metaverse.

Mengutip The Conversation, Menteri Kehakiman Komunikasi dan Luar Negeri Tuvalu, Simon Kofe mengumumkan negaranya telah mengunggah diri ke Metaverse. Pengumuman itu disampaikan Kofe di tengah forum perubahan iklim, COP27 di Mesir.

Kofe mengatakan, rencana itu melibatkan versi digital dari Tuvalu di Metaverse untuk menduplikasi kepulauan mereka dan menjaga kekayaan budaya. “Tragedi dari perubahan iklim tak bisa dilebih-lebihkan, Tuvalu bisa menjadi negara pertama di dunia yang ada di dunia siber, tetapi jika pemanasan global melaju terus tanpa diperiksa, Tuvalu bukanlah yang terakhir,” kata Kofe.

Konsep metaverse membuat Tuvalu bisa saja “berfungsi penuh sebagai negara berdaulat” meski para penduduknya dipaksa tinggal di negara lain.

Langkah memasukkan Tuvalu ke Metaverse bisa dipandang dari dua sisi. Pertama, Tuvalu ingin menjaga kekayaan budaya dan nasionalismenya lewat teknologi.

Kedua, langkah ini adalah upaya Tuvalu menghadapi dampak terburuk yang mungkin ada dari perubahan iklim. Hal ini juga jadi upaya Tuvalu agar mendapatkan perhatian dunia.

Metaverse merupakan dunia virtual yang di masa depan diperkirakan menjadi bagian kehidupan sehari-hari. Ada banyak visi tentang bagaimana Metaverse, yang salah satunya berasal dari CEO Meta, Mark Zuckerberg.

Mungkinkah Menciptakan Tuvalu di Metaverse?

Mengutip Science Alert, secara teknologi penciptaan teritorial Tuvalu yang indah dan kaya sangatlah mudah. Hal itu ditambah dengan beberapa komunitas online dan penciptaan dunia tiga dimensi telah menunjukkan kemungkinan menciptakan ruang interaktif virtualyang bisa mempertahankan budayanya sendiri.

Tak hanya itu, mengombinasikan lanskap indah tersebut dengan aspek pemerintahan juga bisa dicapai. Pasalnya, ada sejumlah eksperimen tentang pemerintah yang membuat kembaran dirinya sendiri seperti di Estonia.

Namun demikian tetap ada rintangan untuk menciptakan Tuvalu di Metaverse. Negara tersebut hanya memiliki 12 ribu penduduk dan untuk membuat mereka berinteraksi secara virtual merupakan masalah teknis.

Selain itu, ada juga isu soal bandwith, kekuatan komputer, dan fakta bahwa banyak pengguna punya alergi terhadap headset atau menderita nausesa.

Di sisi lain, bergantung kepada dunia virtual seperti Metaverse juga dipandang bukan solusi yang ramah lingkungan. Itu karena server, pusat data, dan jaringan yang memakan banyak tenaga listrik dan meninggalkan jejak karbon.

Kofe sendiri mengaku paham dengan hal-hal tersebut. Ia pun menegaskan, solusi yang utama terhadap perubahan iklim tetaplah pengurangan konsumsi energi fosil.

[Gambas:Video CNN]

(lth/lth)



[Gambas:Video CNN]




Sumber: www.cnnindonesia.com