Cerita Fitur ‘Bahaya’ di Hp Anda, Tombol Snooze si Perusak Jam Tidur

Alih-alih berguna, tombol snooze disebut memberi dampak buruk karena orang cenderung akan kembali tidur dan kualitasnya berkurang.

Jakarta, CNN Indonesia

Penelitian mengungkap banyak orang dewasa yang baru benar-benar bangun setelah alarm berbunyi untuk ke sekian kali. Padahal, kelakuan memencet tombol snooze ini merusak jam tidur.

Sebuah survei baru-baru ini terhadap hampir 20.000 orang oleh Withings menemukan bahwa sekitar 50 persen mengaku menekan tombol snooze setidaknya sekali di pagi hari, dengan 15 persen menunda alarm mereka tiga kali atau lebih. Kelompok usia di bawah 30 tahun adalah pelaku utamanya.

Survei serupa dari British YouGov mendukung data ini, bahwa 58 persen warga di bawah 35 tahun menggunakan snooze setidaknya sekali saat alarm mereka berbunyi.

Sejak kapan tombol ini ada?

Pada pertengahan 1950-an, di saat ada pertumbuhan besar di pasar peralatan rumah tangga, jam alarm di tempat tidur dengan tombol snooze dirilis untuk pertama kalinya.

Dikutip dari Mashable, “jam alarm paling manusiawi di dunia” itu diperkenalkan oleh General Electric-Telechron lewat model “Snooz-Alarm” sebagai “alarm jenis baru” yang “membangunkan Anda, memungkinkan Anda menundanya, dan membangunkan Anda lagi!”

Ada pula pesaingnya, Westclox, yang dengan cepat mengikuti dengan tombol “Drowse”, menawarkan jeda 5 atau 10 menit dari alarm Anda, standar waktu snooze yang terus berlanjut selama bertahun-tahun.

Namun, deskripsi “tunda” dan durasi 9 menit yang bertahan, dan akhirnya menjadi standar industri yang masih diakui hingga saat ini.

Beberapa produsen sejak itu mencoba mengacaukan formatnya, meskipun rangkaian jam alarm Dream Machine Sony yang populer memiliki tombol snooze besar yang diberi label sebagai “Dream Bar” selama bertahun-tahun.

Kenapa 9 menit?

Teori utama di balik periode tunda ini adalah soal teknis. Fungsi tunda harus bekerja di sekitar persneling yang ada pada jam alarm kecil. Bahwa, menjaga periode waktu dalam satu digit menghadirkan solusi teknis yang lebih logis.

Alasan kedua, mungkin lebih disebabkan oleh pengalaman pengguna bahwa sembilan menit adalah waktu yang memuaskan untuk istirahat singkat. Jika Anda melewati tanda 10 menit, tubuh Anda mungkin mulai tertidur lelap, membuat bangun lagi menjadi lebih tidak menyenangkan.

Di era digital yang sepenuhnya dapat diprogram, fakta bahwa snooze 9 menit digambarkan sebagai “standar buatan nostalgia.”

Standar 9 menit ini kemudian diadopsi di era smartphone oleh platform iOS Apple dan Alexa Amazon. Pasar Android yang lebih terfragmentasi menawarkan periode lima menit, 10 menit, dan atau ditentukan pengguna.

Tentu saja, kini kita tidak lagi menekan tombol fisik pada jam yang sebenarnya. Cukup mengetuk layar, atau cukup bicara ke Siri atau Google untuk “tunda”.

Apa bahaya penggunaannya?

Dalam studi yang diterbitkan di jurnal Oxford University Press, orang yang cenderung menekan tombol snooze adalah perempuan, orang usia muda, jarang berjalan kaki, memiliki kesadaran yang lebih rendah, memiliki lebih banyak gangguan tidur, dan lebih sering begadang.

Para peneliti menyebut tombol snooze dapat berdampak buruk bagi kita.

Padahal, menurut para peneliti, alarm saja secara teori sudah berdampak buruk karena dapat mengganggu siklus tidur kita dan membuat kita lebih sulit bangun secara alami.

Tombol snooze sendiri hanya mengganggu tidur kita untuk kembali ke siklus tidur berikutnya yang akhirnya terganggu lagi.

Terlepas dari efek negatif dari snooze, data tentang efeknya perilaku ‘snoozing’ cukup langka. Sebagian besar informasi tentang efek snooze diekstrapolasi dari studi tentang perilaku yang berhubungan dengan tidur atau stres.

“Lembaga medis umumnya menentang penggunaan snooze, tetapi ketika kami melihat data apa yang dapat membuktikannya, ternyata tidak ada,” kata Stephen Mattingly, ahli saraf dari Universitas Notre Dame di Indiana, seperti dikutip ScienceAlert.

“Kami sekarang memiliki data untuk membuktikan seberapa umum itu – dan masih banyak yang tidak kami ketahui,” tambahnya.

Penelitian yang melibatkan 450 orang dewasa menggunakan data yang dicatat dalam survei tidur harian serta dari perangkat yang mereka gunakan. Hasilnya, perempuan 50 persen lebih mungkin untuk menekan snooze daripada laki-laki.

Sementara itu, snoozers cenderung jalan kaki lebih sedikit daripada non-snoozers. Selain itu, snoozers juga memiliki pola tidur yang menunjukkan lebih banyak tanda-tanda gangguan tidur.

Preferensi tidur juga diperhitungkan. Orang yang kerap begadang ditemukan lebih sering menggunakan tombol snooze, dan dilaporkan lebih lelah secara umum. Orang yang lebih muda juga cenderung lebih sering menekan tombol snooze.

(lom/arh)



[Gambas:Video CNN]




Sumber: www.cnnindonesia.com