Cerita AS yang Pernah Alot Migrasi ke TV Digital Meski Ujungnya Bisa!

Amerika Serikat pernah mengalami sulitnya masa-masa transisi dari TV analog ke TV digital, terutama terkait lobi politik. Mereka saja bisa masa Ri tidak?

Jakarta, CNN Indonesia

Migrasi dari televisi analog ke TV digital tak semudah mengedipkan mata, termasuk untuk negara seperti Amerika Serikat. Aroma politik penyiaran yang berpadu dengan urusan duit membuat tenggatnya mundur berkali-kali. Déjà vu.

Diketahui, tenggat migrasi total dari TV analog ke TV digital di Indonesia pada 2 November 2022. Tanggal itu merupakan tenggat akhir analog switch off (ASO) sesuai UU Cipta Kerja. Namun demikian, itu sudah melalui beberapa kali pengunduran tenggat akibat berbagai lobi, termasuk soal rating hingga masalah pembagian set top box (STB).

Dalam makalahnya berjudul ‘The Transition to Digital Television in the United States: The Endgame’, profesor ilmu politik dari Indiana University Bloomington Jeffrey A. Hart menuturkan kebijakan ASO di AS mulanya diwajibkan berlangsung pada akhir 2006.

Namun, berbagai lobi membuat tenggatnya mundur beberapa kali. Awalnya, geser ke 31 Desember 2008, lalu mundur lagi ke 17 Februari 2009.

Salah satu faktor penting yang membuat pemunduran adalah keputusan pemerintahan baru AS di bawah Presiden Barrack Obama pada 2008. Saat itu, penundaan dianggap diperlukan karena program penyediaan kupon kotak konverter analog-digital (semacam set top box/STB).

Selain itu, ada masalah pada stasiun televisi di daerah pedesaan atau pegunungan yang berperan sebagai repeater untuk penyiar terestrial terdekat.

Inti masalahnya adalah anggaran rendah dengan pendapatan yang terbiasa dari iklan. Mereka tak mampu cepat mengonversi ke siaran digital. Pengecualian khusus pun diwacanakan dibuat untuk mereka, dan juga penyiaran publik.

Pada akhirnya, Pemerintah memutuskan ASO di AS pada 12 Juni 2009. Saat itu, semua siaran analog dihentikan dengan “pengecualian kecil”.

“Pengunduran tenggat waktu ini mengungkapkan banyak hal tentang politik Amerika kontemporer dan bahkan lebih banyak lagi tentang politik penyiaran,” kata Hart.

Apa saja yang jadi dalih pemunduran tenggat itu?

Ketidaksiapan warga

Lembaga riset pasar Nielsen sempat mengungkap, per September 2022, baru 39 persen warga di 11 kota besar Indonesia yang siap TV digital. Sebanyak 61 persen lainnya mengaku tak siap.

Senada, AS pernah menghadapi ketidaksiapan warga dalam hal perangkat meski angkanya tak sebesar RI. Jelang batas waktu ASO 12 Juni 2009 tiba, sebagian besar rumah di AS pada dasarnya sudah siap untuk dikonversi ke digital.

Nielsen mengungkapkan saat itu warga yang tak siap digital menurun tajam hingga menjadi 2,5 persen. Per 4 Oktober 2009, jumlah itu berkurang menjadi 0,5 persen.

Rumah-rumah yang benar-benar tidak siap dengan siaran digital adalah warga Afro-Amerika, Hispanik, Asia, masyarakat golongan muda, yang berpenghasilan rendah, dan yang kemungkinannya tak memiliki akses Internet.

Dari sisi penggunaan, televisi yang tidak siap ASO rata-rata cuma ditonton 1,5 jam sehari. Sementara, televisi yang siap digital ditonton 5,1 jam per hari. Jelang TV analog dimatikan, hampir 60 persen perangkat TV yang belum siap digital ini tidak memiliki penyetelan televisi sama sekali.

Nielsen juga mengungkap perangkat TV yang belum siap ini biasanya tak berada di ruangan utama, seperti kamar tidur sekunder, dapur, dan lokasi lainnya. Anehnya, profil usia pemilik TV yang belum siap cenderung lebih muda, yakni di bawah 35 tahun.

Turun pangsa pasar

Sejumlah stasiun televisi swasta Indonesia sempat menyiratkan kerisauan penurunan pemirsa jika beralih ke TV digital. Bagaimana dengan AS?

Nielsen mengungkapkan stasiun televisi mengalami penurunan pasar 8 persen tak lama usai ASO. Separuhnya terkait dengan hilangnya penyetelan dari rumah yang sama sekali tidak siap untuk transisi digital.

“Secara total, stasiun TV yang beralih ke digital hanya mengalami penurunan pangsa [pasar] 8 persen tak lama setelah penghentian siaran analog,” kata Nielsen.

Stasiun-stasiun televisi juga memiliki 13 persen penonton yang memiliki setidaknya satu perangkat yang belum siap dan satu perangkat yang sudah siap.

“Kemungkinan stasiun-stasiun itu juga kehilangan beberapa pemirsa dari rumah-rumah yang belum siap sebagian ini,” kata Nielsen.

Sementara, stasiun televisi yang mengubah posisi saluran dari UHF (frekuensi ultra tinggi) ke VHF (frekuensi sangat tinggi) terdampak lebih besar penurunan pangsa pasar hingga 13 persen.

Nielsen mengungkapkan TV digital memiliki masa depan terutama karena pemrograman definisi tinggi dan kemampuan untuk menampilkan beberapa program digital standar secara bersamaan.

“Pemrograman digital menawarkan banyak keuntungan dibandingkan televisi analog untuk melihat siaran TV,” kata Nielsen, “Rumah-rumah kini mampu menerima lebih banyak saluran daripada sebelumnya.”

Pada akhirnya, lanjut Hart, program di AS itu bisa dijalankan penuh meski menjalani proses yang rumit lebih dulu.

“Semua transisi [ke] digital sulit, tetapi transisi AS pada akhirnya berhasil, terlepas dari sejumlah keputusan dan kebijakan yang membuat hidup membingungkan dan terlalu rumit pada satu waktu atau yang lain untuk semua pihak,” ujarnya.

Negara bersiaran digital di halaman berikutnya…


G20 dan Siaran Digital

BACA HALAMAN BERIKUTNYA



Sumber: www.cnnindonesia.com