Jakarta, CNN Indonesia —
Tim peneliti mengungkap ragam jimat dalam tubuh mumi remaja laki-laki yang disimpan di museum sejak 1916. Bagaimana mereka menemukannya tanpa merusak jasadnya?
Hal itu terungkap dalam sebuah penelitian yang diterbitkan pada Selasa (24/1) di jurnal Frontiers dan sudah mendapat kajian sejawat (peer review).
Para ahli membedah mumi yang dibungkus sejak 2.300 tahun lalu secara digital. Hasilnya, mereka menemukan 49 jimat pelindung di sela tubuhnya, termasuk ‘lidah’ emas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Penulis studi dan profesor radiologi di fakultas kedokteran di Universitas Kairo Sahar Saleem mengatakan temuan itu menunjukkan bocah emas itu berasal dari kalangan pejabat.
“Karena mumi berpangkat tinggi sering dijarah untuk diambil ornamen berharganya,” ujarnya.
Karena mumi itu belum banyak terkontaminasi, temuan itu memberikan wawasan unik tentang bagaimana teknis pembalsem dengan hati-hati dapat membuat jimat (scarab) di tubuh mumi terlindungi di jasad orang mati.
“Orang Mesir kuno percaya pada kekuatan jimat, yang bergantung pada bahan, warna, dan bentuknya,” kata Saleem.
Menurutnya, selama proses mumifikasi, pembalsem membacakan doa dan ayat-ayat ‘Kitab Orang Mati’ kepada bocah tersebut sambil menempatkan jimat di dalam mumi atau di antara bungkusnya.
Ia mengungkap setiap jimat memiliki arti khusus untuk melindungi ‘anak emas’ itu, yang berusia sekitar 14 tahunan ketika ia meninggal.
Jimat yang terdapat dari mumi itu berbentuk scarab yang disimpan di dekat jantung dan diukir dengan ayat-ayat dari kitab orang mati. Hal itu diyakini bisa membantu mendiang diadili dengan baik di akhirat.
Scarab jantung itu disebutkan dalam Bab 30 dari Kitab Orang Mati. Saleem menyebut hal itu sangat penting selama penghakiman oleh Maat, dewi kebenaran, keadilan, keseimbangan, dan ketertiban.
“Scarab jantung membungkam jantung di hari kiamat agar tidak menjadi saksi buat almarhum,” ujar dia.
Sementara, daun emas berbentuk lidah juga ditempatkan di mulut anak laki-laki itu. Hal ini buat memastikan bocah itu dapat berbicara dengan para dewa setelah kematian.
Jimat terkenal lainnya ditempatkan di dekat penis bocah itu. Jimat “dua jari” dimaksudkan untuk melindungi sayatan yang mereka buat di batang tubuh.
Jimat lainnya memiliki peran perlindungan yang bervariasi. Jimat “termos” melambangkan membawa air suci di akhirat. Jimat “Djed” mewakili tulang punggung dewa Osiris, memastikan kebangkitan yang aman dari bocah emas itu.
Sementara, jimat “sudut kanan” membawa keseimbangan dan penyamarataan bagi almarhum.
Bekal kematian
Wojciech Ejsmond, Egyptologist dari Warsaw Mummy Project yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut mengatakan studi ini memberikan informasi berharga bagaimana orang Mesir kuno hidup, mati, dan apa yang mereka pikirkan akan terjadi selanjutnya.
Bocah itu juga ditemukan mengenakan sandal putih di kuburannya. Sesuai Kitab Orang Mati, jenazah harus memakai sandal putih dan menjadi saleh serta bersih sebelum dibacakan ayat-ayat kematian.
“Sandal itu mungkin dimaksudkan untuk memungkinkan bocah itu keluar dari peti mati,” kata Saleem, dikutip dari ScienceAlert.
Ini mungkin menunjukkan bahwa meskipun anak laki-laki itu berpangkat tinggi, dia mungkin bukan berasal dari kaum bangsawan.
Temuan tak terduga lainnya berkaitan dengan penis anak laki-laki itu. Saleem mengatakan hasil scan menunjukkan anak itu tidak disunat.
Menurutnya, kondisi ini tidak seperti tokoh berpangkat tinggi lainnya, Raja Amenhotep I. Ini mungkin menunjukkan bahwa orang Mesir kuno hanya disunat saat dewasa.
Salima Ikram, kepala Egyptology di American University di Kairo, punya teori lain.
“Kurangnya sunat menarik karena mungkin memberitahu kita sesuatu tentang etnisnya – orang Mesir cenderung disunat sebelum usia 13 tahun,” katanya kepada The Guardian.
Ia mengatakan hal ini mungkin menunjukkan orang asing mengadopsi praktik penguburan Mesir, misalnya Persia.
Sejauh ini, belum ada yang bisa mengetahui dari mana muasal bocah emas itu. Menurut catatan Museum Mesir Kairo, ia pertama kali ditemukan pada tahun 1916 di pemakaman yang digunakan dari tahun 332 SM hingga 30 SM di Nag el-Hassay, Mesir Selatan.
Bocah itu akan menjadi “saksi mata dari kala senja peradaban Mesir kuno, mungkin saat kekacauan selama masa raja-raja Ptolemeus terakhir, dan bahkan mungkin saat kebangkitan singkat kebesaran Mesir selama pemerintahan Cleopatra.”
Para ilmuwan kini sedang mempelajari sarkofagusnya dengan cermat untuk menemukan lebih banyak petunjuk tentang siapa bocah itu.
(can/arh)
Sumber: www.cnnindonesia.com