Cara Ukur Waktu Kematian Satu Keluarga di Kalideres Pakai Belatung

Waktu kematian empat orang yang merupakan sekeluarga di Kalideres, Jakbar, memakai belatung. Simak caranya di sini.

Jakarta, CNN Indonesia

Proses penentuan kematian empat orang yang tewas di Kalideres, Jakarta Barat, melibatkan belatung. Bagaimana bisa?

Pihak kepolisian pun mengundang ahli entomologi hingga serangga untuk membantu proses tersebut.

“Karena kami menemukan misalnya belatung. Dan ini bisa mengarahkan kapan dia meninggal. Nah, ini tim ahli,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya, Kombes Pol Hengki Haryadi, Rabu (16/11).

Mengutip crimemuseum, metode forensik yang melibatkan serangga disebut dengan entomologi forensik. Metode tersebut menggunakan serangga yang biasanya muncul pada tubuh mayat yang sedang terdekomposisi.

Entomologi forensik membantu menentukan dan mengestimasi sudah berapa lama seseorang atau binatang telah meninggal dunia atua Post Mortem Interval (PMI). Pihak pemeriksa bisa menentukan hal itu dari serangga dengan memelajari perkembangan serangga tersebut.

Ada beberapa serangga yang secara khusus ditujukan untuk berkembang di tubuh yang terdekommposisi. Serangga dewasa akan terbang di sekitar tubuh tersebut hingga ia menemukan bagian yang tepat untuk menaruh telurnya.

Setelah telur itu ditaruh, proses perkembangan pun dimulai. Telur berubah menjadi larva atau belatung. Belatung itulah yang menyebabkan sebagian besar tubuh terdekomposisi karena dimakan.

Larva-larva tersebut lalu berkembang menjadi pupa sebelum berubah menjadi serangga dewasa. Pihak pemeriksa bisa mengemupulkan mereka di tahap manapun dari rangkaian tersebut.

Seekor serangga butuh beberapa waktu untuk berkembang dari satu tahap ke tahap lainnya. Contohnya, butuh 500 jam untuk sebuah telur berkembang menjadi pupa pada temperatur tertentu.

Kemudian, pihak pemeriksa bisa mengestimasi seberapa lama orang atau binatang telah meninggal dunia sekaligus memastikan rentang waktu kematian di dalam rentang waktu perkembangan serangga tersebut.

Di sisi lain, mengutip artikel Anis Nurwidayati berjudul Penerapan Entomologi Dalam Bidang Kedokteran Forensik dalam Jurnal Vektor Penyakit Kemenkes, ada 10 pedoman pengumpulan sampel entomologi. Pedoman itu disusun Mark Benecke yang dinamai Ten Basic Rules for Collection.

Sepuluh pedoman itu adalah:

1. Ambil foto close-up dari semua lokasi artropoda diambil.

2. Karena larva umumnya tidak terlihat saat penggunaan blitz, usahakan untuk tidak menggunakan blitz pada foto digital.

3. Selalu sertakan alat ukur dalam setiap foto yang diambil untuk menjelaskan ukuran larva atau bentu serangga lain.

4. Kumpulkan kira-kira satu sendok makan penuh serangga dari minimal tiga lokasi berbeda dari tempat kejadian perkara dan untuk serangga dari tubuh mayat, letakkan pada 3 wadah bertutup yang bening.

5. Jangan memasukkan serangga ke dalam isopropyl atau formalin. Sebagai gantinya, gunakan ethanol 98% bagi setengah dari jumlah serangga yang kita kumpulkan.

6. Matikan serangga dengan air panas sebelum meletakkannya dalam ethanol.

7. Masukkan setengah jumlah spesimen pada pendingin

8. Lengkapi setiap wadah sampel dengan label yang dilengkapi dengan informasi tanggal, inisial, waktu, dan lokasi

9. Konsultasikan dengan entomologi forensik yang berpengalaman untuk setiap pertanyaan yang timbul saat pengumpulan sampel dan pemrosesannya.

10. Identifikasi dan analisa harus dilakukan dengan bantuan entomolog.

Lebih lanjut, metode yang umum dilakukan dalam analisa entomologi adalah Scanning Electron Microscopy (SEM). Itu adalah sebuah metode yang meneliti morfologi telur dan larva dengan seksama di bawah sebuah mikroskop elektron.

[Gambas:Video CNN]

(lth/arh)






Sumber: www.cnnindonesia.com