Jakarta, CNN Indonesia —
Para peneliti yang tinggal di tempat terpencil di Bumi memiliki cara unik untuk menjaga ‘kewarasan,’ yakni dengan mengonsumsi makanan enak.
Princess Elisabeth merupakan sebuah stasiun penelitian kutub di wilayah Queen Maud Land, Antartika, Kutub Selatan. Tempat tersebut memiliki kecepatan angin hingga 249 km/jam dan suhu serendah -50 derajat Celcius.
Saking terpencilnya, keterampilan memasak makanan enak akan sangat diperlukan.
“Karena orang-orang berada di luar ruangan dalam suhu yang sangat dingin dan kondisi yang keras, saya suka membuat sesuatu yang enak dan berat untuk tubuh, seperti fondue dan raclette. Banyak sekali,” kata koki Thomas Duconseille, yang mengelola pos Antartika terpencil ini selama beberapa bulan setiap tahun.
Kehadiran makanan enak seperti keju panas akan sangat bermanfaat untuk sekelompok ilmuwan yang berjarak sekitar 5.000 kilometer dari kota terdekat. Namun perjuangan seorang koki di wilayah terpencil dan seekstrem ini jelas tidak mudah.
Makanan yang disiapkan Duconseille di Princess Elisabeth beragam, mulai dari sup, daging, pizza, salad, quiches, dan makanan penutup. Untuk acara khusus, seperti Natal dan Tahun Baru, koki menyiapkan hidangan termasuk foie gras, kalkun dengan isian, dan es nougat.
“Selalu ada pilihan vegetarian atau vegan – jadi setiap orang memiliki variasi untuk dipilih,” kata Duconseille, seperti dikutip dari CNN.
Petugas penghubung sains di Princess Elisabeth Henri Robert menyebut apa yang disediakan Duconseille seperti di restoran.
Tantangan pertama untuk menyediakan makanan enak di wilayah terpencil ini adalah menyimpan dan menjaga ketahanan bahan makanan tersebut. Pasalnya, sangat penting untuk menjaga makanan pokok dari musim ke musim.
“Dari Belgia, kami mengisi kontainer pengiriman dengan makanan kering dan beku dalam jumlah besar dan setiap tahun, sebuah kapal datang dan memasok bahan-bahan ini kepada kami,” kata Duconseille.
Di stasiun penelitian tersebut, makanan disimpan di lantai bawah, di mana terdapat ruangan besar dengan rak untuk makanan kering, lemari pembeku seukuran wadah pengiriman (-25 derajat Celcius), dan lemari es yang lebih kecil (5 derajat Celcius).
“Kami sebenarnya memiliki lemari es yang perlu agak hangat karena banyak bahan seperti buah-buahan tertentu yang tidak dapat dibekukan,” kata Duconseille.
Dikarenakan ada berbagai lanskap kutub untuk dipelajari di Antartika timur, para ilmuwan di Princess Elisabeth sering melakukan perjalanan lapangan. Koki memainkan peran penting dalam keberhasilan ekspedisi ini.
“Kunjungan lapangan ini bisa memakan waktu dua-tiga minggu dan melibatkan empat hingga enam orang. Untuk ini, saya perlu memperkirakan makanan yang mereka perlukan jauh dari stasiun.”
“Setiap kali saya memasak makanan besar, saya membekukan porsinya sehingga para peneliti dapat mengambilnya, mencairkannya, dan menikmatinya, tanpa perlu membuang waktu yang berharga di lapangan,” lanjut Duconseille.
Menurutnya, makanan sangat penting untuk menjaga ‘kewarasan’ tim peneliti.
“Di Antartika, makanan penting untuk moral tim – penting untuk memastikan orang-orang bahagia di sekitar meja dan berkumpul bersama setelah hari yang melelahkan. Saya suka memasak makanan penutup dan kue agar orang bisa bahagia di penghujung hari,” katanya.
Fasilitas menunjang
Kendati berada di tempat terpencil, fasilitas penelitian di Princess Elisabeth sangat menunjang. Mengutip situs resminya, Antarctic Station, salah satu fasilitas penelitian yang ada di sini adalah laboratorium berjalan (mobile laboratorium).
Keberadaan laboratorium itu dimaksudkan untuk menunjang penelitian yang mungkin dilakukan jauh dari stasiun Princess Elisabeth.
“Kontainer-kontainer ini lebih nyaman daripada tenda dan menyediakan tempat bernaung yang lebih baik terhadap kondisi ekstrem Antartika.”
“Kontainer laboratorium ini juga menyediakan para ilmuwan dengan bahan-bahan untuk melakukan riset awal saat berada di lapangan. Alhasil, mereka bisa menghemat waktu dan mengumpulkan data,” demikian dikutip dari situs tersebut
[Gambas:Video CNN]
(lom/lth)
Sumber: www.cnnindonesia.com