Jakarta, CNN Indonesia —
Peneliti Klimatologi di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin menyebut Indonesia tidak mengalami heatwave (gelombang panas), melainkan hot spells yang menjadi dalang cuaca panas tanah air yang terjadi beberapa hari ini.
“Di Indonesia tidak ada “heat wave” tetapi ada “hot spells”. Berikut ini catatan ttg hot spells di Indonesia, yg memiliki relevansi dg data kenaikan suhu global dan kenaikan suhu di Asia,” ujar Erma dalam cuitannya, pada Selasa (25/4).
Hot Spells
Di Indonesia tidak ada “heat wave” tetapi ada “hot spells”. Berikut ini catatan ttg hot spells di Indonesia, yg memiliki relevansi dg data kenaikan suhu global dan kenaikan suhu di Asia; resume dari wawancara dg RRI Pro 3 malam ini (25/04). pic.twitter.com/eS4pVtgirP
— Dr. Erma Yulihastin (@EYulihastin) April 25, 2023
Dalam cuitan terbarunya pada Kamis (27/4), Erma menyebut salah satu negara India mengalami heat wave yang tidak terduga dan tidak terproyeksi oleh model iklim para ilmuwan di sana.
“Heatwave yg terjadi saat ini di India dan Pakistan tidak terduga dan tidak terproyeksi oleh model iklim sehingga ilmuwan di India dan Pakistan dikritik oleh pengambil kebijakan dan publik di sana,” tutur Erma dalam cuitannya.
Pasalnya, menurut Erma, India adalah wilayah monsun seperti Indonesia, sehingga tidak pernah diduga menjadi salah satu wilayah yang mengalami heatwave.
Departemen Meteorologi India menuturkan 48 stasiun cuacanya mencatat suhu lebih dari 42 derajat Celcius pada Selasa (18/4), dengan yang tertinggi bahkan mencapai 44,2 derajat Celcius di negara bagian timur Odisha.
Gelombang panas tersebut menyebabkan 13 orang meninggal dunia di negara bagian Maharashtra barat saat menghadiri upacara penghargaan negara pada 16 April.
Bagaimana dengan Indonesia?
Indonesia sendiri tidak mengalami heat wave. Menurut Erma, Indonesia memiliki fenomena panas lain yang bernama hot spells di mana suhu rata-rata berada di atas 28 derajat Celcius selama beberapa hari berturut-turut.
“Ada kecenderungan selama tujuh hari berturut-turut ini temperatur rata-rata itu di atas 28,8 derajat Celcius, di atas itu. Ini sebenarnya sudah dikategorikan hot spells,” ujar Erma dalam potongan video wawancara yang diunggahnya di Twitter.
Erma menyebut hot spells terjadi ketika cuaca di atas 27,5 derajat Celcius terjadi selama 5 hari berturut-turut.
“Hot spells itu artinya lebih dari 5 hari berturut-turut dia di atas 27,5. 28 itu sudah bisa dikategorikan hot spells. Hot spells ini yang mungkin dirasakan sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini,” katanya.
Melansir situs resmi Badan Federal Meteorologi dan Klimatologi Swiss, hot spells adalah saat ketika temperatur tinggi bertahan selama beberapa hari dan frekuensinya akan meningkat di masa depan. Di Swiss, hot spells normalnya dihubungkan dengan kondisi tekanan tinggi yang stabil di bulan-bulan musim panas.
Selama beberapa tahun ke belakang, hot spells sendiri tercatat terjadi pada April 2016 selama 7 hari dengan frekuensi sebanyak 2 kali, April 2020 selama 8 hari, dan April 2023 selama 7 hari.
Meski mengalami hot spells tahun ini, berdasarkan data pengukuran suhu di Surabaya pada April 2022 dan April 2023, Erma menyebut suhu maksimal pada 2022 cenderung lebih tinggi. Pasalnya, pada periode tersebut suhu mencapai 34 derajat celcius lebih sering dibandingkan dengan periode April 2023.
“Kita tidak bisa mengklaim tanpa data. Perhatikan data suhu di Surabaya selama April, maka 2023 dibandingkan 2022 sama saja. Suhu rata-rata 28-29C. 2022 bahkan suhu maks lebih tinggi, lebih sering mencapai 34C dibanding 2023,” tulisnya.
(lom/lth)
[Gambas:Video CNN]
Sumber: www.cnnindonesia.com