Jakarta, CNN Indonesia —
Peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi (PRKG) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Semeidi Husrin mengungkap lembaganya menolak memberi anggaran untuk alat deteksi tsunami Perangkat Ukur Murah Untuk Muka Air (PUMMA) di sekitar Gunung Anak Krakatau.
Pada 2022, salah satu proposal program riset yang diajukan Semeidi dan tim ditolak BRIN. Padahal, program deteksi bencana laut ini diakui Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
“Tahun lalu (2022), proposal PUMMA Krakatau kami ditolak BRIN, padahal jelas si PUMMA ini menjadi andalan peringatan dini tsunami Krakatau,” ujar Semeidi kepada CNNIndonesia.com pada Kamis (2/2).
“Walaupun anggaran dari BRIN nol Rupiah, alhamdulillah pihak lain terutama BMKG sangat support pada implementasi riset kami,” tambahnya.
Tak hanya BMKG, program PUMMA krakatau pada 2022 juga mendapat dukungan dari berbagai pihak, mulai dari lembaga dalam negeri hingga luar negeri.
“BMKG, Kominfo, Telkomsel, Marves, KKP, ESDM, KLHK, UNILA, Balawista dan mitra asing kita JRC-EC bahu membahu membangun sistem ini di Krakatau,” tutur peneliti dari Organisasi Riset Kebumian dan Maritim ini.
“Alhamdulillah dengan kerjasama yg baik, sistem ini terpasang pada 1 Mei 2022 dan menjadi andalan BMKG satu-satunya hingga saat ini untuk tsunami akibat aktivitas Krakatau,” lanjutnya.
Masing-masing lembaga tersebut memberikan dukungan yang berbeda. Semeidi menjelaskan bahwa “BMKG koordinir dan support seluruh operasional, Kominfo untuk telekomunikasi satelit, Telkomsel untuk pembangunan jaringan 4G (bikin tower baru).”
Selain itu, lanjut dia, “Kemenhub sediakan platform, perizinan dari BKSDA, Balawista ikut menjaga alat, observasi bersama dengan PVMBG, kami dengan tim UNILA dan JRC-EC sama-sama mengembangkan alternatifnya.”
Koordinator program riset deteksi tsunami ini menyebut penolakan proposal PUMMA pada 2022 adalah akibat masalah administrasi dan substansi.
“Yang pertama administrasi dan yang kedua di substansi…mungkin proposal kami tidak bagus,” aku dia.
Sebelum ini, program riset PUMMA dan Semeidi berada di bawah naungan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Ketika peran riset di tanah air dilaksanakan oleh BRIN, program beserta penelitinya pun beralih ke lembaga pimpinan Laksana Tri Handoko itu.
“Dulu kan di Kementerian boleh melakukan riset, kami di KKP sendiri itu di bawah badan riset dan pengembangan SDM, di bawah pusat riset kelautan. Waktu itu masih bisa melakukan,” jelas I Nyoman Radiarta, Kepala BRSDM KKP, lewat sambungan telepon, Kamis (2/2).
“Tapi dengan peran riset per Januari 2022, kita sudah tidak boleh, anggaran sudah tidak ada, dan semua yang berbau riset harus dipindahkan. Otomatis penelitinya pindah, sehingga semua yang berhubungan dengan riset dialihkan ke sana (BRIN),” imbuhnya.
Diterima di Pangandaran
Selain dilaksanakan di Krakatau, program riset PUMMA juga dilaksanakan di Pangandaran. Kabar baiknya, program di selatan Jawa tersebut mendapat dukungan dari BRIN.
“Jadi tahun 2022 itu dua proposal IDSL/PUMMA ini ya: 1. PUMMA di krakatau ditolak BRIN, tapi support dari instansi lain yg sangat membutuhkan sistem ini cukup besar, sehingga risetnya tetap jalan.”
“2. PUMMA di Pangandaran diterima BRIN dan ini alhamdulillah lancar juga kegiatannya,” lanjut Semeidi.
Lebih lanjut, meski ditolak pada 2022, pengajuan proposal kembali pada 2023 akhirnya diloloskan oleh BRIN, sehingga program PUMMA Krakatau bisa mendapat dukungan dari badan riset tanah air ini.
Sebelumnya, BRIN dikritik usai mandeknya pemeliharaan buoy alias InaBuoy karena ketiadaan anggaran khusus. Cekaknya anggaran itu pula yang menyebabkan program Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTews) tak berjalan.
Kepala Biro Komunikasi Publik, Umum, dan Kesekretariatan BRIN Dsrizal Friyantoni menampik kabar lembaganya tidak mempedulikan fasilitas pendeteksi tsunami. Alasannya, mencari teknologi yang lebih murah.
Pihaknya mengaku tengah melakukan riset lain untuk menghasilkan teknologi deteksi tsunami yang bagus, canggih, dan murah namun tetap mengeluarkan hasil yang akurat.
“Mumpung masih riset, kita coba juga melakukan riset terkait dengan kebencanaan itu untuk menghasilkan suatu teknologi canggih, bagus dan operasionalnya murah. Nanti detailnya, kita panggil teman kita,” tutur dia.
Peneliti menunjukkan jeroan PUMMA. (Arsip Istimewa)
|
(lom/arh)
Sumber: www.cnnindonesia.com