Sanksi terhadap stasiun televisi yang membangkang serta pengendalian harga set top box (STB) mendominasi evaluasi dan saran soal pelaksanaan pemadaman siaran televisi analog (Analog Switch Off/ASO) di DPR.
Hal itu terungkap dalam Rapat Kerja antara Komisi I DPR dengan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate terkait evaluasi pelaksanaan ASO pada Rabu (23/11).
Rapat Kerja tersebut dibuka oleh Plate dengan paparannya terkait kondisi terkini pelaksanaan ASO, salah satunya jumlah lembaga penyiaran dan wilayah siaran yang sudah melangsungkan program tersebut.
“Dari 696 lembaga penyiaran secara nasional 77 lembaga penyiaran telah bersiaran secara digital dan 503 lembaga penyiaran secara simulcast, khusus di Jabotabek seluruh 25 lembaga penyiaran telah menghentikan siaran analog,” ujar Plate di Senayan, Rabu (23/11).
Sementara itu, dari 225 wilayah siaran di Indonesia, ASO telah dilakukan di 132 wilayah layanan atau tepatnya 230 Kabupaten dan Kota. Artinya, pelaksanaan ASO masih tersisa untuk 93 wilayah siaran, tepatnya 284 Kabupaten dan Kota yang akan dilakukan secara bertahap sesuai kesiapan wilayah.
Wakil Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari pun memaparkan rekomendasi strategis kepada Kemenkominfo agar ASO dapat terlaksana sepenuhnya, antara lain:
1. Menyiapkan kebijakan terkait migrasi ASO yang mampu memberikan keadilan kepada semua lembaga penyiaran termasuk lembaga penyiaran lokal sehingga mampu menyelenggarakan siaran berbasis digital kepada masyarakat.
Terkait hal ini, Plate mengungkapkan pihaknya, “tentu memberikan semua asistensi yang bisa kita lakukan untuk membantu penyelenggara siaran. Kita hanya bisa memberikan asisten.”
2. Berkoordinasi dengan lembaga penyiaran penyelenggara multiplexing untuk menyelenggarakan pembangunan infrastruktur digital dan menuntaskan pengadaan dan distribusi set top box atau STB kepada warga yang berhak menerima.
Menkominfo mengaku berulang kali berkoordinasi dengan pihak televisi swasta soal distribusi STB ini. “Dan alot sekali rapatnya,” kata dia.
Hingga kini, katanya, rata-rata distribusi STB oleh penyelenggara mux alias stasiun TV digital masih sangat minimal. Per 2 November, distribusinya rata-rata masih 4,4 persen.
“Kami meng-encourage, mendorong betul kerja sama bersama-sama lembaga penyiaran penyelenggara multipleks ini untuk mendistribusikannya dengan baik,” kata dia.
“Ini memang sangat sulit, kecuali pemerintah menyiapkannya dan disetujui anggarannya oleh parlemen. Maka kami akan membeli dan menyiapkannya,” kata Plate.
Selain itu, ada keterbatasan anggaran untuk pengadaan STB gratis bagi warga.
“Faktanya tidak, yang disediakan cuman 1 juta [STB] dan ternyata bisa dibelanjakan atau disediakan sampai dengan 1,25 juta set top box. Itulah set top box yang tersedia untuk kami bagikan, tidak lebih dari itu. Dan tidak ada dana yang lain untuk bisa digunakan untuk itu,” jelasnya.
3. Memantau harga STB yang bersertifikat kominfo di pasaran sehingga harganya tetap terjangkau dan tidak merugikan masyarakat.
Plate mengungkapkan pihaknya hanya menetapkan merek produsen STB yang diizinkan tanpa bisa mengendalikan harganya.
“Kominfo tentu tidak bisa mengendalikan harga dan suplai di pasar karena harga dan suplai di pasar itu adalah mekanisme pasar tersendiri. Dan tadi ditanyakan operasi pasar, itu dilakukan oleh Kementerian Perdagangan, produksinya oleh Kementerian Perindustrian,” tutur dia.
“Ada 46 produsen STB dengan 84 tipe produk. Distribusi, produksi, harga di luar kewenangan kami,” sambungnya.
4. Memberikan sanksi secara tegas kepada lembaga penyelenggara multiplexing yang tidak patuh dan tidak bertanggung jawab terhadap kelancaran migrasi ASO untuk terus tumbuh dan berkembang dengan baik.
Menkominfo mengatakan sanksi tegas bagi stasiun TV membangkang ASO adalah pencabutan Izin Stasiun Radio (ISR). Jika itu dilakukan, siarannya tak sampai ke warga.
“Kalau dicabut berarti mati sama sekali, berarti rakyat juga tidak dapat layanannya,” ucap dia.
“Inilah dilema yang kami hadapi; menerapkan UU dan mencabut izin siaran, begitu mati dan setop semuanya, dan ini dua hal yang tentu tidak bisa kami memilih,” tuturnya.
(lom/arh)
[Gambas:Video CNN]
Sumber: www.cnnindonesia.com