Beda Nasib Dua Bibit Siklon Tropis Dekat RI, Simak Efeknya

Meski potensi duo bibit siklon tropis di wilayah timur RI menjadi siklon tropis dalam 24 jam ke depan rendah, beberapa wilayah diprediksi hujan deras.

Jakarta, CNN Indonesia

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengungkap dua bibit siklon tropis yang dekat wilayah RI, yakni 90W dan 98S, bernasib beda.

Berdasarkan pembaruan data per Rabu (10/4) pukul 19.00 WIB, Bibit Siklon Tropis 90W dan 98S masing-masing berpotensi rendah dan tinggi jadi siklon tropis.

Bibit Siklon Tropis 90W terpantau di Samudera Pasifik sebelah utara Papua, tepatnya 10,4º Lintang Utara 130º Bujur Timur, dengan kecepatan angin maksimum 20 knot dan tekanan udara minimal 1006,5 mb dan bergerak ke arah barat laut.

“Diperkirakan potensi Bibit Siklon Tropis 90W untuk tumbuh menjadi siklon tropis dalam 24 jam ke depan dalam kategori rendah,” dikutip dari keterangan BMKG di akun Twitter-nya, Selasa (11/4).

Apa dampak bibit siklon ini?

BMKG menyebut ada potensi gelombang laut 1,25-2,5 meter di beberapa wilayah.

Yakni, Laut Sulawesi bagian timur, perairan Sulawesi Utara, perairan Kepulauan Sangihe – Kep. Talaud, perairan Bitung – Kep. Sitaro, Laut Maluku, perairan Kep. Halmahera, Laut Halmahera.

Selain itu, perairan utara Papua Barat – Papua, perairan Pulau Biak, Samudera pasifik utara Halmahera hingga Papua.

Sementara, Bibit Siklon Tropis 98S terpantau di Samudera Hindia selatan Pulau Sumba, tepatnya 13,3º LS 122,8º BT, dengan kecepatan angin maksimal 30 knot dan tekanan udara minimal 997 mb dan bergerak ke arah barat daya.

“Diperkirakan potensi Bibit Siklon Tropis 98S untuk tumbuh menjadi siklon tropis dalam 24 jam ke depan dalam kategori tinggi,” kata BMKG.

Efek bibit siklon ini lebih kentara.

Yakni, pertama, hujan sedang hingga lebat di Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur. Kedua, angin kencang di tiga wilayah yang sama.

Ketiga, gelombang laut 1,25-2,5 meter di Perairan selatan Jawa, perairan selatan Bali – Lombok – Alas bagian selatan, Selat Sumba, Laut Sawu, perairan utara dan selatan Flores, Selat Ombai, Laut Flores, Laut Banda, perairan Kep. Sermata – Letti, Laut Arafuru bagian barat.

Keempat, gelombang 2,5 – 4 meter di perairan Kupan – Pulau Rote, perairan Pulau Sabu, Samudera Hindia selatan NTT.

Sebelumnya, para pakar menyebut anomali cuaca, seperti hujan yang lebih lebat dan kemarau lebih kering, yang lebih sering terjadi akibat fenomena pemanasan global. Ini terjadi akibat perusakan lingkungan dan penggunaan bahan bakar fosil berlebih.

(tim/arh)






Sumber: www.cnnindonesia.com