Beberapa Bagian Jateng Masuk Puncak Musim Kemarau Juli-Agustus

BMKG menyebut beberapa bagian Jateng akan alami puncak musim kemarau pada Juli-Agustus.

Jakarta, CNN Indonesia

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut beberapa bagian wilayah Jawa Tengah (Jateng) kemungkinan memasuki puncak musim kemarau pada Juli-Agustus 2023.

Kepala Kelompok Teknisi BMKG Stasiun Meteorologi Tunggul Wulung Cilacap Teguh WArdoyo mengungkap wilayah tersebut beberapa di antaranya berada di Jawa Tengah bagian selatan.

Wilayah lainnya ada di bagian tenggara dan selatan Kabupaten Purworejo serta sebagian wilayah timur laut Kabupaten Cilacap. Di wilayah ini, musim kemarau diprakirakan terjadi pada Juli 2023.

Sementara itu di pegunungan tengah Jawa Tengah, wilayah yang diprakirakan memasuki musim kemarau pada Juli 2023 adalah sebagian wilayah Banjarnegara dan wilayah utara Kabupaten Wonosobo.

Ada pula wilayah yang memasuki musim kemarau pada Agustus 2023 yakni Kabupaten Cilacap, Kebumen, Banyumas, Purworejo, Purbalingga, Banjarnegara, dan Wonosobo.

Teguh menjelaskan musim kemarau tahun ini juga dipengaruhi oleh intensitas El Nino yang masuk kategori lemah hingga sedang sampai akhir tahun.

“Selain itu, IOD (Indian Ocean Dipole) diprediksi berpeluang beralih menuju fase IOD positif mulai Juli hingga Oktober, yang berpengaruh dalam pengurangan hujan,” ujarnya seperti dilansir Antara.

Teguh mengungkapkan kombinasi fenomena El Nino dan IOD positif yang diprediksi terjadi pada semester kedua 2023 dapat berdampak kepada berkurangnya curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia selama musim kemarau.

Alhasil, beberapa wilayah diprakirakan mengalami curah hujan dengan kategori di bawah normal, berkisar 0 sampai 20 milimeter per bulan. Bahkan, beberapa wilayah mengalami kondisi tanpa hujan sama sekali pada puncak musim kemarau Juli-Agustus.

Daerah yang curah hujannya diprakirakan di bawah normal antara lain Kabupaten Purbalingga, bagian tengah Kabupaten Banyumas, sebagian Cilacap, sebagian Kebumen, sebagian Purworejo, sebagian Banjarnegara, dan sebagian Wonosobo.

Untuk menghadapi dampak kemarau, Teguh menyebut beberapa langkah strategis yang bisa dilakukan yakni mengoptimalkan penggunaan infrastruktur pengelolaan sumber daya air seperti waduk, bendungan, dan embung.

Infrastruktur itu berguna untuk menyimpan air sisa musim hujan agar bisa digunakan selama kemarau. “Selain itu efisiensi penggunaan air karena ada potensi kekeringan dalam periode musim kemarau dan lakukan antisipasi terjadinya kebakaran hutan,” ujarnya.

(Antara/lth)


[Gambas:Video CNN]




Sumber: www.cnnindonesia.com