Jakarta, CNN Indonesia —
Gerhana matahari hibrida yang terjadi pada Kamis (20/4) disebut bisa menjadi penanda alam bahwa bulan hijriah baru hadir keesokan harinya. Simak penjelasan ilmiahnya berikut.
Fenomena alam ini disebut terbilang langka karena, menurut Planetarium dan Observatorium Jakarta, terakhir kali terjadi 216 tahun yang lalu.
Bedanya dengan gerhana matahari biasa adalah gerhana kali ini memiliki dua jenis gerhana dalam momen yang sama, yakni gerhana matahari cincin dan total.
Namun, momen itu hanya bisa dinikmati di beberapa wilayah tertentu di timur Indonesia. Sebagian besar daerah lainnya hanya bisa menikmati gerhana matahari sebagian.
Najmuddin Saifullah, Alumni Magister Ilmu Falak Universitas Walingsongo, menyebut fenomena ini punya kaitan dengan penentuan bulan baru di kalender hijriah.
“Ketika terjadi gerhana Matahari, kemungkinan besar esoknya sudah masuk bulan baru karena ijtimak (konjungsi, satu putaran penuh Bulan mengelilingi Bumi) sudah terjadi,” urainya, dikutip dari situs Muhammadiyah.
“Namun harus disesuaikan juga posisi Bulan ketika Matahari terbenam pada hari itu. Kalau Bulan masih berada di atas ufuk, maka menurut hisab hakiki wujudul hilal besok sudah masuk bulan baru,” imbuh dia.
Bagaimana bisa? Berikut penjelasannya.
Fase Bulan
Menurut Najmuddin, memahami gerhana harus dimulai dengan memahami fase Bulan. Ia menuturkan gerhana pada dasarnya melibatkan tiga benda langit, yaitu Matahari, Bumi, dan Bulan.
Perhitungan fase Bulan dipengaruhi oleh posisi Bulan terhadap Matahari. Ketika Bulan dan Matahari berdekatan atau memiliki nilai ekliptika (sudut yang dibentuk keduanya dengan pusat di Bumi) yang sama, maka dimulai fase bulan baru.
Sementara, ketika Bulan dan Matahari berkebalikan atau memiliki nilai ekliptika mendekati 180° (posisi berurutan Matahari, Bumi, Bulan), maka fasenya adalah Bulan purnama.
Najmuddin menyebut Bulan mengelilingi Bumi dalam satu putaran (mulai bulan baru hingga ke titik awal) selama 29 hari 12 jam 44 menit 3 detik.
Pada mulanya, Bulan akan bergerak menjauh dari Matahari. Sampai ke titik terjauh (ekliptika 180°) pada pertengahan bulan, disebut dengan fase purnama.
Bulan perlahan melanjutkan peredarannya dengan mendekati titik yang sama dengan Matahari sampai ke titik awal kembali (ekliptika mendekati 0°, urutannya Matahari, Bulan, Bumi).
“Ketika Bulan kembali ke titik awal itulah para astronom menyebutnya dengan ijtimak/konjungsi. Peristiwa itu juga dianggap sebagai bulan baru, karena Bulan memang mulai mengelilingi Bumi kembali,” tutur Najmuddin, dikutip dari situs Muhammadiyah.
Gerhana hingga hilal di halaman berikutnya…
Gerhana Bulan dan Matahari
BACA HALAMAN BERIKUTNYA
Sumber: www.cnnindonesia.com