Jakarta, CNN Indonesia —
Hisab (perhitungan) dan rukyat (pengamatan) menjadi penentu awal Ramadan, Idulfitri, dan Iduladha, baik dipakai secara bersamaan atau terpisah tergantung metodenya. Simak penjelasan ahli berikut.
Melansir NU Online, hisab merupakan metode falak hitungan numerik-matematik yang digunakan untuk menetapkan awal bulan Hijriah tanpa verifikasi faktual atau rukyat hilal.
Metode falak tersebut bermakna sebagai hipotesis verifikatif yang belum konklusif.
Peneliti astonomi dan astrofisika BRIN Thomas Djamaluddin mengungkapkan metode ini banyak berkembang sejak zaman Rasulullah, di antaranya ialah hisab urfi, hisab taqribi, dan hisab hakiki.
Menurutnya, metode hisab taqribi digunakan pada kitab Sulamunnayirain. Sementara, hisab hakiki dilakukan dengan formulasi astronomi dengan kriteria sederhana (wujudul hilal) dan kriteria imkan rukyat (visibilitas).
Menurut buku Ilmu Falak karya Uum Jumsa (2006), hisab urfi untuk penanggalan Hijriah pernah diberlakukan di masa Khalifah Umar bin Khattab.
Hisab urfi adalah sistem perhitungan kalender yang didasarkan pada rata-rata Bulan mengelilingi Bumi dan ditetapkan secara konvensional. Penanggalannya akan berulang secara berkala setiap 30 tahun.
Sementara,hisab hakiki mengacu kepada gerak faktual Bulan di langit, seperti yang dianut Muhammadiyah. Bahwa, lama rata-rata peredaran Bulan mengelilingi Bumi diketahui mencapai 29 hari 12 jam 44 menit 2,5 detik.
“Inilah yang dinamakan dengan hisab hakiki,”menurut keterangan di situs Muhammadiyah, “Perhitungan yang dilakukan terhadap peredaran Bulan dan Matahari menurut hisab ini harus sebenar-benarnya dan setepat-tepatnya berdasarkan kondisi Bulan dan Matahari pada saat itu.”
Muhammadiyah menggunakan hisab hakiki dengan kriteria wujudul hilal, yakni Matahari terbenam lebih dahulu daripada Bulan walaupun hanya berjarak satu menit atau kurang.
Di sisi lain, ada yang disebut dengan metode rukyat, yang merupakan lanjutan dari metode hisab.
Rukyat pada dasarnya adalah aktivitas mengamati ketampakan atau visibilitas hilal dengan mata telanjang atau alat bantu optik seperti teleskop yang dilakukan setelah Matahari terbenam.
Khusus di Indonesia, ada ratusan titik pengamatan hilal dan titik rukyat utama di Pos Observasi Bulan (POB) Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat.
Proses bulan baru nantinya akan ditinjau kembali, apakah dapat di-rukyat atau tidak. Jika iya, maka diputuskan untuk menjadi New Month atau bulan Hijriah baru.
Masalahnya, pengamatan hilal ini sering terhalang oleh kondisi alam seperti cuaca dan perbedaan geografis, alat optik yang digunakan, hingga kemampuan manusia yang mengamatinya.
“Dalam kenyataan riil, rukyat tidak bisa meliputi seluruh kawasan dunia. Apalagi rukyat saat visibilitas pertama hanya meliputi sebagian muka bumi. Pada saat di suatu bagian dunia sudah terlihat hilal, daerah lain belum mengalaminya, bahkan di tempat itu Bulan masih di bawah ufuk,” kata Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Rahmadi Wibowo, dikutip dari situs Muhammadiyah.
Di tahun ini, Idulfitri dilaksanakan di hari yang berbeda. Muhammadiyah menetapkan Idulfitri pada 21 April, sementara Pemerintah melaksanakan Idulfitri satu hari setelahnya.
Pada Iduladha, Muhammadiyah telah menetapkan tanggal Rabu (28/6). Sementara, hasil hitung para ahli di pemerintah menyebut berbagai kriteria Bulan yang mengindikasikan Hari Raya Kurban bakal digelar pada Kamis (29/6).
(tim/lth)
Sumber: www.cnnindonesia.com