Alasan Aroma Hujan Bikin Kecanduan

Kenapa hujan fase awal memunculkan aroma unik petrichor? Akibat interaksi air dengan mikroba di tanah ataukah reaksi dengan mineral tertentu?

Jakarta, CNN Indonesia

Aroma unik tercium usai gemericik hujan tahap awal menyentuh tanah. Sebagian menyukainya hingga membuat ketagihan. Apa yang memicu bau itu?

Aditiya (30), karyawan swasta di DKI Jakarta mengaku sebagai pecinta aroma setelah hujan turun. Menurutnya, aroma itu terbilang nyaman setelah hujan reda, lantaran air hujan beradu dengan tanah beserta tanaman.

“Bau-bau setelah hujan reda, baunya mellow sekali, aroma petrichor-nya khas,” ujar dia, Kamis (20/10).

Faktanya, hujan adalah bau yang menyenangkan sehingga para pembuat parfum, pembuat sabun, dan pemasok wewangian di seluruh dunia mencoba untuk menciptakannya kembali.

Dikutip dari penelitiannya, I.J. Bear and R.G. Thomas dari Division of Mineral Chemistry, Melbourne, Australia, pada 1964, mengusulkan nama ‘petrichor’ untuk merangkum “rasa yang tajam, menggugah selera dan menyenangkan” dari aroma usai turun hujan ini.

Kata ini berasal dari kombinasi “petr” yang mengacu pada batu, dan “ichor,” mengacu pada aroma (essence) yang lemah.

Para peneliti awalnya cenderung mengaitkan bau tersebut dengan berbagai zat organik yang tidak teridentifikasi yang terserap dari atmosfer atau tanah. Peneliti lain mengusulkan bau itu berasal dari Myxobacteria, yang sering mengeluarkan bau ‘tanah’ atau ‘berjamur’. 

Selain itu, ada yang mengaitkan bau tersebut dengan keberadaan spora berbagai jamur, khususnya Actinomycetes, bau yang diekstraksi yang telah digunakan dalam wewangian.

Namun, Bear dan Thomas cenderung melihat petrichor berasal dari bahan kering yang terkena udara hangat untuk jangka waktu yang bervariasi, beberapa hari sampai beberapa bulan, yang kemudian berpadu dengan air hujan.

Mereka menggunakan bahan uji coba berupa batu vulkanik (scoria basaltic) dekat Colao, Victoria; granit kaolin dari formasi benteng di Bulla, dekat Melbourne; bauksit; abu vulkanik berkapur; sejumlah bijih uranium; dan thorium sekunder dalam matriks silikat alumina.

Bahan-bahan di atas dikumpulkan hingga mencapai 2-3 kg untuk kemudian dipanggang di bawah sinar matahari namun tetap terlindung dari hujan. Material tersebut disebar dalam lapisan tipis pada enamel atau nampan ‘Perspex’ selama satu bulan hingga satu tahun.

Peneliti kemudian mengekstraksinya dengan menggunakan mesin distilasi uap pada berbagai nilai pH. Hasil penyulingannya (kondensat) berupa bahan berair yang kerap berwarna kuning dan selalu menunjukkan butiran minyak yang terpisah di permukaan air.

Minyak ini, bersama dengan bau petrichor yang khas dan sejumlah kecil bahan lainnya, dapat diekstraksi dengan pelarut yang sesuai seperti bensin murni dengan titik didih rendah. Pada penguapan pelarut suhu rendah yang hati-hati, minyak ini mengandung petrichor.

Bear dan Thomas pun menyimpulkan “petrichor mewakili akumulasi zat yang secara kebetulan ada di atmosfer yang telah diadsorpsi (diserap) oleh bahan yang diketahui aktif dalam kapasitas itu.”

Menurut mereka, asal wewangian dari bahan biologis secara langsung tidak mungkin karena sudah melalui pemanasan, kondisi udara kering, serta keberadaan bahan yang mengandung radioaktif seperti bijih uranium dan thorium sekunder.

Dikutip dari LiveScience, sumber lain dari aroma menyenangkan saat hujan adalah flora di suatu daerah. Beberapa tanaman mengeluarkan minyak selama periode kering, dan saat hujan, minyak ini dilepaskan ke udara.

Aroma lain yang terkait dengan hujan adalah ozon. Selama badai petir, petir dapat memecah molekul oksigen dan nitrogen di atmosfer dan pada gilirannya dapat bergabung kembali menjadi oksida nitrat.

Zat ini berinteraksi dengan bahan kimia lain di atmosfer, untuk membentuk ozon yang memiliki bau tajam dan mengingatkan kadar klorin, menurut laporan Readersdigest.

Ketika seseorang berkata bahwa mereka dapat mencium bau hujan yang akan turun, angin dari badai yang mendekat telah membawa ozon turun dari awan dan masuk ke rongga hidung orang tersebut.

(can/arh)

[Gambas:Video CNN]




Sumber: www.cnnindonesia.com