Ahli Jelaskan Persaingan Antar Singa yang Tabrak Mobil di Taman Safari

Terkait insiden dua singa menabrak mobil di Taman Safari Prigen, Jatim, ahli menjelasakan fenomena unjuk kehebatan si raja hutan itu.

Jakarta, CNN Indonesia

Fenomena dua singa menabrak mobil di Taman Safari Prigen, Jawa Timur, disebut sebagai aksi unjuk kehebatan dalam memperebutkan pasangan. Simak penjelasan para pakar di sini.

Sebelumnya, jagat maya diramaikan oleh fenomena dua ekor singa yang tampak berkelahi dan menabrak sebuah mobil di Taman Safari Prigen.

Menurut keterangan Taman Safari, kedua singa bernama Frans dan Debo ini sedang menunjukkan siapa singa yang lebih kuat atau mendominasi (alpha male) dalam satu kelompok (pride).

Kejadian pada 22 Januari 2023 tersebut bermula ketika ada betina yang masuk siklus siap kawin. Hal ini menyebabkan kedua pejantan singa berusaha menunjukkan siapa jantan utama alias “alpha male” di antara mereka.

Dilansir situs University of Minnesota, sebuah kelompok atau pride singa biasanya terdiri dari sekitar enam betina, keturunan mereka, serta beberapa pejantan.

Di Taman Safari Prigen sendiri terdapat dua pejantan (Debo dan Frans) serta delapan ekor betina, yakni Gendis, Garnis, Vivi, Fina, Pikanin, Mafuta, Feneli, dan Felisha.

Satu kelompok singa sendiri bisa terdiri dari lebih dari satu ekor pejantan, tetapi hanya ada satu jantan dominan.

“Sehingga ketika ada betina yang memasuki masa kawin, maka singa-singa dalam kelompok ini akan menunjukkan siapa yang lebih kuat di antara mereka,” tulis Taman Safari.

“Hal inilah yang terjadi dalam video. Debo si jantan dominan mengusir Frans yang hendak mendekati betina. Debo beranggapan Frans ingin mengajak bertarung dan ingin merebut betina yang ada dalam pride tersebut,” tambah keterangan itu.

Pada kejadian di Taman Safari Prigen, Debo disebut mengusir Frans hingga terjadi perkelahian dan kejar mengejar. Dalam perebutan posisi alpha tersebut Frans mengalami kekalahan dan mundur dari perkelahian.

“Hal ini merupakan kebiasaan alami dari singa di alam liarnya. Akan ada sedikit persaingan di antara pejantan selama perkawinan,” jelas Taman Safari.

“Alih-alih berjuang untuk menjadi yang pertama kawin dengan betina yang subur, pejantan dominan akan mengikuti betina dengan sangat dekat pada tanda-tanda awal kesuburan,” lanjutnya.

Ketika fenomena semacam ini terjadi, pejantan lain akan menjaga jarak kecuali ia memiliki ukuran tubuh lebih besar yang akan menguntungkannya dalam perkelahian.

Lebih lanjut, singa disebut paling menyayangi pasangannya yang berjenis kelamin sama. Betina menghabiskan hidup mereka dalam kelompok ibu mereka atau dengan saudara perempuan mereka dalam pride baru.

Sedangkan jantan mungkin hanya menghabiskan beberapa tahun dalam pride tertentu tetapi mereka tetap bersama dengan “koalisi” mereka sepanjang hidupnya.

Bunuh bayi

Para ahli juga mengungkap sisi gelap sang raja hutan. Ketika koalisi pejantan baru pertama kali mengambil alih sebuah kelompok, anak-anak di dalamnya dianggap menjadi penghalang besar bagi reproduksi mereka.

Sebab, induk dari anak singa yang masih hidup tidak akan kawin lagi sampai keturunannya berusia minimal 18 bulan. Namun, mereka akan kawin dalam beberapa hari jika anaknya hilang.

Dengan demikian, pejantan yang masuk tidak mau menjadi ayah tiri dan membunuh semua anak muda dalam kebanggaan baru mereka. Ahli dari University of MInnesota pun menyebut pembunuhan bayi menyumbang seperempat dari semua kematian anak singa.

Hal ini mirip dengan penggambaran dalam film The Lion King.

Sementara, singa yang menjelang dewasa sering melarikan diri dari pembunuhan itu. Namun, mereka menjadi singa buangan dan harus berjuang sendiri dan menanggung risiko kelaparan dan serangan dari kelompok tetangga.

Ibu singa kadang-kadang menemani anak-anak yang tersingkir ini sampai mereka mencapai kemandirian.

Induk secara langsung membela keturunannya dari serangan pejantan luar, dan betina juga mengurangi risiko pembunuhan bayi dengan memicu persaingan antara pejantan saingan.

Mereka hanya hamil lagi setelah koalisi terbesar yang tersedia menjadi penghuni kelompok mereka.

Singa betina pun bisa membunuh anak-anak pride saingannya. Namun, mereka tidak pernah membunuh anak-anak di kelompok mereka sendiri.

“Egalitarianisme” singa betina ini disebut sangat berbeda dari perilaku serigala, anjing liar, dan banyak spesies lainnya, dengan betina dominan berusaha mencegah bawahannnya berkembang biak.

(lom/arh)






Sumber: www.cnnindonesia.com