Ada yang Salah di Teori Albert Einstein, Butuh Teori Baru?

Sejumlah ahli melakukan pengujian terhadap teori Albert Einstein. Hasilnya, mereka butuh teori baru.

Jakarta, CNN Indonesia

Para ahli menilai teori relativitas Albert Einstein menyimpan potensi untuk salah. Mengapa demikian?

Mengutip Space, teori relativitas Einstein sebetulnya sudah cukup sukses menjelaskan gravitasi bintang-bintang dan planet. Akan tetapi, teori itu ternyata tak bisa diaplikasikan untuk semua jenis kasus.

Teori Einstein sebelumnya telah sukses melewati sejumlah pengujian semisal pengukuran Eddington soal defleksi sinar Matahari pada 1919 lalu pengujian gelombang gravitasi baru-baru ini.

Namun demikian, teori itu mulai mendapat tantangan ketika para ahli mencoba mengaplikasikannya untuk menjelaskan keseluruhan semesta.

Teori kuantum sendiri memprediksi bahwa ruang kosong atau vakum dipenuhi energi.
Manusia tidak bisa mendeteksi kehadiran energi itu karena perangkat manusia hanya bisa mengukur perubahan energi ketimbang jumlah totalnya.

Namun menurut Einstein, energi vakum punya gravitasi -yang mendorong ruang kosong memisah. Pada 1998, para ahli menemukan bahwa ekspansi semesta pada faktanya berakselerasi.

Akan tetapi, dibutuhkan total energi vakum untuk menjelaskan akselerasi itu lebih kecil daripada yang telah diprediksi teori kuantum sebelumnya.

Karena itu muncul pertanyaan, apakah energi vakum bergravitasi, yang membuat tarikan gravitasi dan mengubah ekspansi semesta. Jika iya, pertanyaannya adalah mengapa gravitasi itu sangat lemah daripada yang diprediksi sebelumnya?

Namun jika energi vakum tidak bergravitasi, apa yang menyebabkan akselerasi kosmik?

Manusia sejauh ini tidak mengetahui soal energi vakum atau yang juga disebut energi gelap. Namun ia dibutuhkan untuk menjelaskan ekspansi semesta.

Selain itu, manusia juga harus berasumsi soal kehadiran partikel tak terlihat untuk menjelaskan bagaimana galaksi dan klasternya berevolusi menjadi seperti sekarang. Melansir The Conversation, asumsi-asumsi itu lalu dikenal sebagai teori kosmologi standar atau LCDM.

Menurut teori ini, ada 70 persen energi gelap, 25 persen partikel gelap, dan 5 persen partikel asli di kosmos. Model teori ini pun sukses bertahan selama 20 tahun.

Akan tetapi, fakta bahwa kebanyakan semesta disusun oleh material gelap membuat para fisikawan untuk berpikir soal modifikasi teori Einstein untuk menjelaskan keseluruhan semesta.

Para ahli pun menguji teori Einstein ini dengan fenomena yang disebut tensi Hubble. Itu merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut fenomena ekspansi galaksi.

Mereka lalu juga menggunakan metode statistik yang disebut inferensi Bayesian. Para ahli lalu merekonstruksi gravitasi semesta lewat sejarah kosmik dalam model komputer berdasarkan tiga parameter: ekspansi semesata, efek gravitasi terhadap cahaya ,dan efek gravitasi terhadap partikel.

Kemudian, para ahli dapat mengestimasi paramter menggunakan ata latar belakang gelombang kosmik dari satelit Planck, katalog supernova sekaligus observasi terhadap bentuk dan distribusi galaksi yang jauh dengan teleskop.

Setelah itu, para ahli membandingkan rekonstruksinya dengan prediksi model LCDM. Mereka menemukan, ada ketidakcocokan kecil dalam teori Einstein. Dari sanalah mereka menyimpulkan, gravitasi mungkin bekerja secara berbeda pada skala besar dan teori relativitas umum mungkin harus diutak-atik kembali.

Mereka juga menemukan teori ini tidak bisa menuntaskan masalah tensi Hubble. Alhasil, solusi yang mungkin adalah menemukan resep baru dalam model kosmologis.

[Gambas:Video CNN]






Sumber: www.cnnindonesia.com