Jakarta, CNN Indonesia —
Satelit Republik Indonesia atau SATRIA-1 yang dijadwalkan mengangkasa pada 19 Juni punya nilai proyek Rp8 triliun. Misinya adalah untuk melayani sinyal internet di kantor pemerintahan yang sulit dijangkau jaringan fiber optik.
Pelaksana tugas Menteri Komunikasi dan Informatika Mahfud MD menjelaskan SATRIA-1 akan meluncur dari Cape Canaveral, Florida, Amerika Serikat (AS). Nantinya satelit tersebut akan dibawa dari Bumi oleh roket milik SpaceX, Falcon 9.
“Peluncuran bisa disaksikan secara langsung lewat kanal YouTube Kemenkominfo pada tanggal 19 Juni 2023,” kata dia, di Kantor Kemenkominfo, Jakarta, Selasa (13/6).
SATRIA-1 merupakan satelit yang dibangun oleh PT Satelit Nusantara 3 dan dibangun di Thales Alenia Space, Cannes, Perancis. Teknologinya menggunakan Very High-Throughput Satellite (VHTS) dan frekuensi Ka-Band.
Teknologi ini dijadwalkan diangkut oleh Roket Falcon 9 milik SpaceX menuju orbit 146 derajat Bujur Timur. Satelit ini memiliki kapasitas 150 Gbps, diklaim enam kali lebih besar dari yang pernah dimiliki Indonesia sebelumnya.
Berikut fakta-fakta penting satelit ini:
Layani kantor pemerintah
Mahfud menjelaskan tujuan peluncuran satelit ini adalah sebagai akselerasi penyediaan internet di desa-desa yang tidak dapat dijangkau oleh teknologi fiber optik dalam 10 tahun ke depan.
Nantinya, layanan internet itu akan tersedia di fasilitas kantor milik pemerintah.
“Prioritas utama penerima akses internet dari strata satu adalah sektor pendidikan, fasilitas kesehatan, kantor pemerintah daerah, serta TNI dan Polri,” tutur Mahfud, yang juga menjabat Menko Polhukam itu.
Warga bisa nebeng
Meski demikian, Kominfo menyebut layanan internet ini masih bisa dinikmati masyarakat umum. Caranya adalah dengan menumpang alias nebeng layanan Wi-Fi di kantor-kantor tersebut.
“Masyarakat nanti bisa menikmati [layanan internet gratis]. Ini kan dipancarluaskan oleh Wi-Fi, jadi masyarakat mungkin yang mau menggunakan internet bisa saja merapat ke sekolah, ke kantor-kantor TNI, syukur-syukur bisa menjangkau rumah-rumah mereka,” kata Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo Usman Kansong, pada kesempatan yang sama.
Biaya membengkak
Usman mengungkap biaya investasi pembuatan satelit SATRIA-1 membengkak, dari semula US$450 juta atau sekitar Rp6,6 trillun menjadi US$540 juta atau sekitar Rp8 triliun.
Sebabnya adalah perubahan rencana pengangkutan satelit, dari semula memakai Pesawat Antonov menjadi jalur darat. Satelit SATRIA-1 ini sendiri dirakit di Thales Alenia Spaces, Prancis. Sementara, peluncurannya dilakukan di Florida, AS.
“Satelit inikan dirakit di Thales. Mestinya diangkut [pesawat] Antonov. Karena perang [Rusia-Ukraina] dan mungkin karena rusak, jadi diangkut jalur darat sehingga memerlukan waktu sehingga dananya jadi meningkat,” jelas Usman.
“Belum lagi harus dah harus dipotong-potong juga (bagian satelitnya),” imbuhnya.
Butuh dukungan darat
Sekretaris Jenderal Kementerian Kominfo Mira Tayyiba menjelaskan Kementerian Kominfo menginisiasi proyek Satelit SATRIA-1 sebagai salah satu proyek strategis nasional.
Pihaknya telah menyiapkan aspek komunikasi pendukung satelit berupa stasiun bumi ground segment di 11 lokasi, yang meliputi Cikarang, Batam, Banjarmasin, Tarakan, Pontianak, Kupang, Ambon, Manado, Manokwari, Timika, dan Jayapura.
“Selanjutnya, pemanfaatan utilitas backbone Palapa Ring adalah sebesar 45 persen dengan Service Level Agreement layanan operasional Palapa Ring sebesar 95 persen,” tandasnya, dikutip dari siaran pers Kominfo.
Perlu tes
CEO PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN) Adi Rahman Adiwoso mengungkapkan Satelit Satria-1 tidak bisa langsung dimanfaatkan untuk internetan secara luas begitu sampai di orbit. Ia menyebut perlu 145 hari setelah peluncuran buat pengetesan.
“Ini satelit termasuk satelit yang modern sekali sehingga mempergunakan electric propulsion untuk ke orbit dari titik satelit itu dilepaskan oleh peluncur,” kata dia, Selasa (13/6).
“Itu kita butuhkan 145 hari, maka dari itu dari Juni peluncuran tanggal 19 sampai di tempat orbit itu November, kita akan tes satelitnya dulu dan kita tes seluruh sistemnya sehingga bisa dimanfaatkan kira-kira pada akhir Desember ini dan sudah siap untuk dimanfaatkan layanannya pada Januari,” sambungnya.
Masa pakai 20 tahun
Dengan biaya proyek Rp8 T, Satelit SATRIA-1 punya masa pakai tak lebih dari 20 tahun. Adi Rahman mengatakan satelit itu menjadi sampah antariksa jika sudah melampaui periode penggunaan.
“Jadi semua satelit yang tidak berfungsi akan disimpan di graveyard (kuburan) orbit,” jelasnya.
Ia memprediksi sampah antariksa dari Satelit Satria-1 akan meluncur kembali ke Bumi 100 ribu tahun mendatang. “Mungkin kita sudah tidak akan ada di sini”.
(can/arh)
[Gambas:Video CNN]
Sumber: www.cnnindonesia.com